Oleh, Drs.Tua Abel Sirait
DETEKSI.co – Sejak berdiri Tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI merupakan sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia.
Demikian Drs. Tua Abel Sirait kepada wartawan, Kamis (26/8/2021) di Medan menyatakan, pasca runtuhnya Orde Baru regulasi di bidang media massa menjadi sangat terbuka dan tanpa pembatasan. Namun agar media massa tetap berpijak secara fungsional dan profesional maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang mengisyaratkan dijaminnya hak-hak rakyat dalam mendapatkan informasi secara bebas dan adil, serta dijaminnya kemandirian kelompok masyarakat dalam mengelola lembaga penyiaran.
Menyongsong realisasi penyiaran digital di tengah masyarakat, perlu dilakukan penguatan kemampuan literasi agar masyarakat memiliki kemampuan dalam memilah dan memilih program siaran yang baik dan sesuai dengan kebutuhannya.
Hal ini dikarenakan penyiaran digital memiliki konsekuensi menghadirkan lebih banyak lagi saluran televisi yang dapat dinikmati oleh masyarakat, dengan banyak pilihan genre maupun format siaran.
Literasi ini menjadi concern utama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), selain penegakan regulasi dalam menjaga kualitas siaran digital, termasuk dengan melakukan pembaharuan atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Kemajuan teknologi dan berkembangnya media baru menyebabkan semua orang bisa memproduksi sekaligus menyampaikan informasi ke masyarakat tanpa harus melalui, atau bahkan memiliki institusi media resmi. Situasi ini dikenal sebagai era disrupsi informasi, yang sedikit banyak mengubah alur informasi media lama menjadi lebih cepat supaya mampu mengimbangi kecepatan informasi dari media baru.
Dinamika seperti ini menjadi tantangan media lama atau konvensional. Setiap menit terdapat jutaan informasi yang diposting di intenet melalui berbagai aplikasi. Informasi menjadi sangat cepat tersebar dan dalam skala yang luas. Namun untuk menjadikan berbagai informasi tersebut sebagai berita harus tetap melalui proses jurnalistik yang benar.
Kecepatan untuk membuat berita harus disertai dengan ketepatan. Informasi yang viral, harus dilihat kemanfaatanya sebelum dijadikan topik pemberitaan.
Karenanya, KPI tampil sebagai lembaga penyiaran menekankan seluruh program siaran jurnalisitik di lembaga penyiaran harus senantiasa berada pada koridor kode etik jurnalistik dan P3SPS, serta berorientasi kepentingan publik.
KPI sebagai sebuah lembaga independen di Indonesia diharapkan dapat sebagai Penjernih Informasi di Era Digital saat ini.
Dimana transformasi dan kecepatan informasi diera digitalisasi “membludak” dan tak terbendung seperti air bah yang menerjang.
Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dinilai sangat penting untuk membendung informasi yang mulai tak terbendung tersebut sehingga masyarakat dapat terbentengi dengan virus-virus “hoax” yang kerap masuk menyusup dalam sistim era digitalisasi.
Dengan membanjirnya media cetak maupun elektronik, informasi yang tersaji begitu beragam. Namun setiap informasi tak selamanya membuat kita tercerahkan dan dari sekian banyak sajian media terdapat banyak program yang tidak sesuai dengan pasal 36 ayat 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Unsur kekerasan, fitnah, mengandung sesuatu hal yang bohong paling banyak mendominasi.
Masyarakat menaruh harapan besar terhadap KPI dalam melakukan kontrol terhadap stasiun televisi dan siaran digital lainnya , agar mampu mewujudkan tayangan yang berkualitas dan sesuai dengan standar pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Sehingga KPI akan tampil mumpuni sebagai sebuah Lembaga Penyiar Penjernih Informasi di Era Digital saat ini.