DETEKSI.co – Medan, Sidang Yayasan Sari Asih Nusantara ( SAN) harus mengalami penundaan. pasalnya, para kreditur tidak menerima pengajuan perdamaian yang diajukan oleh pihak Debitur, Rusmani Manurung Ketua Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN).
Dalam sidang, Kamis (2/9) bertempat di Ruang Cakra I, Hakim Pengawas PKPU Hendra Sutardodo mengambil keputusan permohonan perpanjangan waktu 45 hari.
“Atas permohonan dari para kreditur untuk perpanjangan waktu selama 45 hari nantinya direkomendasi kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut,” ucap Hakim Pengawas Hendra Sutardodo diruang Cakra 1 Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Dilanjutkan Hendra Sutardodo mengenai perpanjangan akan diputuskan oleh majelis hakim yang menyidangkan pada 6 September 2021 mendatang.
Usai rapat kreditur, Tim Penasehat Hukum Kreditur, Ucok Tagor,SH yang didampingi Dwi Ngai Sinaga ,SH,MH dan Johnson Sibarani,SH mengatakan memang seyogyanya pada sidang tersebut pelaksanaan voting. Dimana ada tiga pengajuan yakni 13 Juli, 19 Juli dan 2 September 2021.
Dimana lanjut Tagor, bahwa proposal perdamaian tidak mengakomodir hak nasabah atau kliennya.
” Hari ini memang pada jadwalnya pengambilan voting atau pengambilan suara.Dengan langkah ini , maka perlu adanya ketegasan dan legalitas terhadap penetapan jumlah tagihan ,” ucapnya.
Namun sebelum itu, kata Tagor sebagai pihak penasehat nasabah pihaknya meminta kejelasan legalitas ada penetapan jumlah tagihan, jumlah suara, dan inventaris atau harta dari debitur belum dikeluarkan oleh pengurus. Maka untuk itu tim penasehat hukum minta itu dihadirkan dalam rapat kreditur selanjutnya bila permohonan perpanjangan.
Sedangkan, Dwi Ngai Sinaga,SH menegaskan setelah melihat daftar dan dokumen inventaris yang dibacakan saat sidang tersebut ternyata tidak sesuai antara jumlah tagihan dengan inventaris yang akan bisa dikembalikan kepada nasabah .
Atasa dasar tersebut, kata Dwi antara pihak panitia kreditur, kuasa hukum dan kreditur sepakat satu suara meminta perpanjangan waktu selama 45 hari sidang PKPU kepada hakim pengawas dalam rapat kreditur tersebut.
” Dan itu tadi telah dibacakan dalam rapat kreditur oleh hakim pengawas dan merekomendasikan agar menyampaikan kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut ,” ucap Dwi.
Dimana waktu itu, sambung Dwi bisa digunakan untuk membuat surat perdamaian secara konfrenhensif agar pihak debitur bisa lebih nyata dan transparan tentang aset-aset yang belum ditemukan ,serta bisa dapat untuk mengembalikan total uang nasabah sebesar Rp102 milyar.
“Kita minta dengan perpanjangan ini agar debitur terbukalah dalam perkara ini termasuk seluruh aset yang dimiliki.Dan juga adanya jaminan aset untuk nasabah .Dimana saat ini ada 14 cabang yang ada di Sumatera Utara dengan nasabah 77 ribu orang, nah dari jumlah tersebut ada 32 ribu orang mengajukan permintaan pembayaran dengan total nilai pembayaran Rp102 Milyar ,” papar Dwi.
Begitu juga kepada pengurus atau kurator yang dihunjuk oleh debitur, Dwi minta agar transparan.
” Kami yang ditunjuk sebagai panitia mempunyai hak memberikan saran agar debitur bisa membayar seluruh hak dari para kreditur ,” ucapnya.
Dwi tegas menyebutkan bahwa sengketa tersebut belum seluruh tuntas.
“Ini belum final seluruhnya.Jadi jangan ada upaya untuk meringankan Ketua SAN, Rusmani Manurung yang saat ini status telah menjadi tersangka yang ditetapkan penyidk Polresta Deli Serdang.Nasib nasabah harus segera dipikirkan ,” tegas Dwi.
Dalam sidang tersebut dari amatan wartawan para kreditur sempat emosi dan menolak untuk voting sebab penawaran perdamaian dari Yayasan Sari Asih Nusantar ( SAN ) tidak mengakomodir pembayaran karena hanya memiliki aset senilai Rp10 Milyar untuk dibagikan untuk 32 ribu orang nasabah sehingga hal ini tidak diterima saat itu.
Tidak hanya itu baik nasabah dan kuasa menuntut kejelasan aset sebagai jaminan apabila debitur tidak menyanggupinya.
Nyaris Ricuh
Diawal persidangan suasana nyaris ricuh karena ratusan nasabah yang sudah berdatangan sejak pukul 09.00 WIB protes, lantaran rapat tidak kunjung dimulai hingga pukul 11.43 WIB.
Dimana, ratusan nasabah yang menghadiri rapat dengan kreditur pasca putusan sela Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah lelah menunggu.
Hingga saat sidang dimulai , mewakili nasabah dari Tanahjawa (Pematangsiantar) meminta agar pemilik Yayasan (Debitur) segera dimiskinkan agar uang para nasabah dapat segera dikembalikan.
“Daripada kami menunggu 7 atau 8 tahun, kami lebih setuju bahwa beliau dalam hal ini debitur dimiskinkan. Seluruh asetnya dijual, dananya dibagikan ke seluruh nasabah yang dirugikan,” katanya sambik menunjuk pemilik Yayasan yang hadir ke rapat tersebut.
Ia menilai, proposal perdamaian yang diajukan pihak Yayasan malah merugikan para nasabah.
” Proses perdamaian belum dibicarakan, artinya voting belum disetujui. Proses perdamaian yang disampaikan itu saya rasa nilai keadilan itu tidak untuk nasabah yang terdzolimi. Justru skema yang diberikan itu memberikan nilai ketenangan buat debitur. Tahun 2022 yang dibayarkan hanya 5% , jika selesai pembayarannya (dilanjutkan) tahun 2028. Mohon maaf saya nabung hanya 5 tahun lalu uang saya mau dibayar 8 tahun, nilai keadilan mana yang kami dapatkan sebagai nasabah,” cetusnya di hadapan Hakim Pengawas Hendra Sutardodo.
Ia mengaku lebih setuju aset seluruh Yayasan maupun pribadi debitur dijual, lalu dibagi melalui presentasi jumlah dana yang ditabung oleh nasabah.
“Daripada kami menunggu 8 tahun duit kami baru dikembalikan itu satu hal yang tidak mungkin. Mohon maaf umur tidak ada yang tahu kalau tidak saya yang umurnya pendek, mohon maaf Ibu Manurung (Debitur) yang umurnya pendek. Seandainya hal yang tidak diinginkan itu terjadi kemana kami mengadukan nasib kami,” katanya.(Rom/ril)