DETEKSI.co – Medan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia (LI – BAPAN – RI) Sumatera Utara minta kepada Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol. Panca Putra Simanjuntak untuk segera mengusut tuntas aliran dana 1,8 Miliar terkait kasus Rapid Tes Antigen bekas (daur ulang) di Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA), agar terungkap siapa saja yang terlibat sebagai aktor Intelektual dalam kasus tersebut.
Hal tersebut di sampaikan Sekretaris DPD LI – BAPAN – RI Sumatera Utara Ananda Kumar Back dalam siaran persnya di dampingi Bidang Advocasi Andreas Sinaga SH dan Johanes Siregar SH, di kantornya, Sabtu (1/5/2021) di Medan.
Berdasarkan rilis diterima Minggu (2/5/2021), Ananda Kumar mengatakan bahwa penegakan Hukum jangan hanya berhenti kepada yang lima orang tersangka saja, Polda Sumut harus mengusut tuntas siapa saja yang terlibat menjadi aktor Intelektual dalam kasus tersebut. Kimia Farma wilayah Sumatera Utara tidak bisa lepas tangan begitu saja, harus bertanggung jawab walaupun kelima tersangka rekanan atau cucu dari perusahaan Kimia Farma.
Penempatan Kimia Farma di Bandara KNIA tentu ada berdasarkan MOU dengan PT. Angkasa Pura II, karena kejahatan hanya ada dua kemungkinan di lakukan, secara personal atau Koorporasi bila ini di lakukan secara Koorporasi tentu ada aktor Intelektual yang terlibat di dalamnya.
Mengenai masalah limbah B3 yang di hasilkan dari Rapid tes Antigen bekas, Pengawasan dari Inpektorat Mengenai masalah ini harusnya ada, karena limbah B3 dari medis adalah limbah beracun yang berbahaya, fungsi pengawasannya tidak berjalan atau tidak berfungsi, ucap Kumar.
Bidang Advocasi DPD LI – BAPAN – RI Sumut Johanes Siregar SH menambahkan Gubernur Sumatera Utara selaku Ketua Gugus tugas Covid -19 di Sumatera Utara dalam hal ini juga harus turut bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan.
Dimana Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi selaku Ketua Gugus tugas Covid -19 di Sumut dalam hal ini secepatnya sudah harus membentuk Tim gabungan untuk mengusut kasus ini agar menjadi terang benderang sehingga tidak menimbulkan berbagai persepsi miring di tengah masyarakat, karena peristiwanya terjadi di Bandara Internasional, ucap Johanes.
Andreas Sinaga SH, yang membidangi Advocasi di DPD LI – BAPAN – RI Sumatera Utara mempertanyakan mengenai alat rapid tes antigen, dari mana ke lima tersangka mendapatkannya, bisa saja kemungkinan mereka mendapatkannya sudah bekas pakai, ini juga perlu di telusuri, ujar Andreas Sinaga.
Karena perbuatan ini sudah merupakan suatu kesepakatan jahat yang di lakukan secara bersama – sama. Dimana keuntungan yang kelima tersangka dapatkan dari hasil kejahatannya sudah mencapai 1,8 Miliar suatu nilai yang cukup besar hanya dalam tempo beberapa bulan saja, katanya. Jadi di harapkan kasus ini jangan berhenti hanya kepada kelima tersangka saja, ucapnya.
Ananda Kumar juga menyebutkan bahwa dalam masalah ini fungsi pengawasan dari yang berwenang tidak berjalan sebagaimana mestinya, kalau dari awal fungsi pengawas berfungsi tentu kasus ini tidak akan terjadi, karena perusahaan sekelas BUMN semuanya sudah terstruktur dan memiliki tugas masing – masing.
Di tempat yang berbeda Pakar Hukum Kriminologi Prof.Drs. Adrianus Eliasta Sembiring Melala M.Si. M.Sc Ph.D ketika di mintai tanggapannya terkait kasus tersebut mengatakan “Saya kira hanya lima saja yang dapat dianggap bertanggung jawab secara langsung (direct responsibility)”. Selebihnya, bertanggung jawab secara tidak langsung misalnya kepala cabang Kimia Farma Medan, ucapnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. DR. Ningrum Natasya Sirait SH. MLI. berpendapat bahwa kelima tersangka yang melakukan penggunaan rafid tes antigen bekas (daur ulang) di Bandara KNIA sudah merupakan suatu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan ini harus di usut tuntas dan jangan berhenti hanya kepada lima tersangka saja, ucapnya. (JS/Rel)