DETEKSI.co – Dairi, Pengadilan Negeri (PN) Sidikalang menggelar sidang gugatan kepemilikan rumah di Jalan Pahlawan Nomor 39, Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Rabu (16/4/2025).
Sidang dipimpin Ketua Mohammad Iqbal Fahri Junaedi Purba dengan hakim anggota Satria Satronikhama Waruwu dan Guntar Frans Gerry, dengan agenda pemeriksaan saksi dari penggugat.
Mardongan Sigalingging, mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Dairi yang merupakan penjual rumah yang menjadi objek sengketa dihadirkan sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya, Mardongan menegaskan, uang untuk membayar rumah yang dijualnya itu berasal dari penggugat, Mestron Siboro.
“Harga yang saya sepakati dengan penggugat Rp500 juta. Penggugat memberi uang itu ke ito kesayangannya ini (Rosintan Siboro-tergugat), dipercayakan untuk membayar ke saya, setelah semua surat-surat jual beli selesai,” kata Mardongan menjawab pertanyaan hakim.
Mardongan menyatakan menyaksikan uang Rp500 juta diberikan penggugat kepada tergugat dalam plastik warna hitam, saat pertemuan kedua di rumah yang kini jadi sengketa itu.
Sementara terkait adanya bukti kuitansi pembayaran Rp250 juta yang diajukan tergugat sebagai bukti, Mardongan membantah bertandatangan dalam kwitansi dimaksud.
“Saya tidak pernah menandatangani kwitansi senilai Rp250 juta. Kalau yang Rp150 juta, ya. Tandatangan saya. Tapi mana kuitansi yang Rp150 juta?”, kata Mardongan.
Uang Rp150 juta itu diserahkan Rosintan Siboro kepadanya, malam hari. Keesokan harinya, saat akan disimpan di bank, ternyata jumlahnya kurang Rp1,5 juta.
Sementara pembayaran kedua, pelunasan, agak lama. Seorang bernama Parman dirasanya mempersulit pembayaran. Dalihnya, terlalu mahal, maksudnya dengan harga sedemikian tanah di samping rumah juga ikut. Padahal, harga rumah sudah deal antara Mardongan dengan Mestron.
Belakangan, Parman menstransferb uang sebanyak Rp340 juta, sebut Mardongan.
Diterangkan, akte jual beli diurus saat pembayaran kedua belum lunas. Kala itu, Mardongan percaya dengan Rosintan menyebut karena menyebut dia adalah ito (saudara) terbaik.
Penjelasan Mardongan, ia bersama istri boru Silalahi ke kantor notaris Poppy Tampubolon untuk membayar uang administrasi Akte Jual Beli (AJB) sebesar Rp16 juta.
Satria kemudian mencecar Mardongan. Darimana munculnya angka Rp168 juta dalam AJB.
“Saya tidak pernah dengar angka itu. Saya tidak pernah lihat AJB-nya”, jawab Mardongan.
Tergugat dari BPN mempertanyakan, kenapa rumah Mardongan dibuat atas nama Leonardo? Mardongan merespons, dalam adat Batak, bisa diwariskan ke anak. Apalagi, Leonardo adalah anak tunggal.
“Saya ingin Leo betah di Sidikalang. Makanya saya bikin atas namanya. Lagian, saya ingin membahagiakannya”, ujar Mardongan.
Terpisah, kepada wartawan, Leonardo menyebut, tidak pernah bertemu dengan Rosintan.
Hal itu disampaikan Leonardo membantah panjar Rp10 juta dari Rosintan sebagaimana kwitansi ditunjukkan kuasa hukum Rosintan.
Leonardo mengungkapkan, dalam akte jual beli yang diurus, tidak ada nama pembeli.
“Kolom pembeli masih kosong. Yang ada hanya nama saya dan mantan istri, boru Naibaho. Soal harga Rp168 juta, tidak pernah dibicarakan dengan notaris, Mungkin, notarislah itu,” ujar Leonardo.
Tergugat 1, Rosintan Siboro dan tergugat 2 Poppy tidak mengajukan pertanyaan kepada Mardongan.
Sidang dilanjut mendengar keterangan saksi lainnya yang diajukan penggugat.(NGL)