DETEKSI.co-Medan, Polemik terkait pembongkaran bangunan di atas lahan seluas 2,5 hektar yang berlokasi di Lorong Jaya, Kelurahan Mabar Hilir, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, kembali menjadi perbincangan publik. Kejadian yang berlangsung pada Senin (4/8/2025) itu sempat viral di media sosial, terutama karena melibatkan sengketa antara PT Kawasan Industri Modern (KIM) dan lembaga yang mengatasnamakan diri sebagai Masyarakat Hukum Adat Deli (MHAD).
Kedua pihak mengklaim memiliki hak atas lahan tersebut. Namun berdasarkan hasil investigasi di lapangan, sejumlah tokoh masyarakat dan warga setempat menegaskan bahwa lahan yang dimaksud merupakan aset sah milik PT KIM, yang telah dikelola sejak tahun 2012.
Sejak saat itu, PT KIM disebut secara berkala telah mengirimkan surat imbauan kepada masyarakat agar tidak mendirikan bangunan atau mengklaim hak atas lahan tersebut. Imbauan terakhir dikirim pada tahun 2023, yang berisi permintaan agar para penggarap segera mengosongkan lahan.
Salah satu warga yang sebelumnya bermukim di area tersebut, Gelora Pasaribu, memberikan kesaksiannya kepada awak media.
“Kami sadar betul bahwa lahan itu milik PT KIM. Awalnya kami hanya berkebun di lahan kosong milik perusahaan. Dulu memang pernah ada negosiasi antara warga penggarap dan pihak KIM. Kami diberi izin untuk berkebun, tapi jika sewaktu-waktu lahan dibutuhkan, kami harus siap mengosongkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gelora menyebut bahwa PT KIM justru telah memberikan solusi bijak dengan menawarkan skema pembelian tanah secara cicilan kepada warga yang telah lama bermukim. Sebagian warga, termasuk dirinya, menyambut baik kebijakan itu dan kini telah memiliki sertifikat hak milik.
Namun, konflik kembali mencuat setelah segelintir warga menolak mengosongkan lahan dan mengklaim bahwa lahan tersebut adalah tanah adat (hulayat).
“Sebagian kecil yang ribut-ribut kemarin itu justru tidak mengikuti program cicilan. Mereka bertahan dengan dalih tanah adat. Padahal sejak dulu kita tahu lahan itu milik PT KIM,” tegasnya.
Pernyataan serupa disampaikan oleh seorang tokoh masyarakat dan tokoh agama berinisial SW. Ia juga pernah mengalami pembongkaran rumah, namun menerima keputusan tersebut dengan legowo dan kini turut mengikuti program cicilan lahan dari PT KIM.
“Saya tahu betul sejarah lahan itu. Dari zaman kakek saya, sejak tahun 1960-an, lahan ini memang bukan tanah adat. Mereka yang sekarang menempati justru kebanyakan pendatang, bukan warga asli sini. Tapi sekarang malah mengaku-ngaku dan membuat keresahan di kampung kami,” katanya.
SW menyayangkan adanya oknum-oknum yang diduga memprovokasi warga dengan membungkus kepentingan pribadi di balik narasi perlindungan masyarakat adat.
“Ini bisa jadi bagian dari praktik mafia tanah berkedok pahlawan rakyat. Mereka masuk, memanfaatkan isu adat, padahal jelas-jelas lahan itu sudah dikelola PT KIM secara legal,” tambahnya.
Warga berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat bertindak tegas untuk menyelesaikan konflik ini, serta mencegah manipulasi hukum oleh oknum yang berkepentingan. Masyarakat Kecamatan Medan Deli kini berharap situasi segera kondusif dan tidak berlarut-larut.(Boim)













