Aktivis dan Masyarakat Tapteng Galang Dukungan untuk Bupati Masinton dalam Mengambil Alih Lahan Ilegal PT SGSR

DETEKSI.co – Tapteng, Gelombang dukungan terhadap Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Masinton Pasaribu, terus mengalir. Kali ini, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Masif Perjuangan Rakyat (Gempar), bersama dengan aktivis antikorupsi dan pemerhati lingkungan, menggelar aksi penggalangan petisi. Aksi ini bertujuan untuk memberikan dukungan penuh kepada Bupati Masinton dalam upaya mengambil alih lahan seluas 451 hektar di Kecamatan Manduamas yang selama ini dikelola secara ilegal oleh PT Sinar Gunung Sawit Raya (SGSR).

Koordinator Gempar, Simon Situmorang, dalam keterangannya kepada Mistar pada Minggu (7/9/2025) di Pandan, menyatakan bahwa pihaknya bersama masyarakat siap mendukung langkah tegas Bupati Masinton. “Kami akan bersama-sama dengan Bupati melawan segala bentuk ketidakadilan dan penyimpangan hukum yang dilakukan oleh para ‘bandit’ berkedok investor di Tapteng ini,” tegasnya.

Simon juga meminta agar Bupati Masinton tidak ragu sedikit pun dalam proses pengambilalihan lahan yang bermasalah ini. Ia meyakini bahwa dengan pengalaman dan kapabilitas yang dimiliki Masinton sebagai mantan aktivis Forum Kota dan anggota DPR RI, upaya ini akan berhasil.

Menurut Simon, PT SGSR telah melakukan penanaman kelapa sawit di lahan yang tidak memiliki izin selama 25 tahun, bahkan sudah memasuki siklus penanaman kedua. Selain itu, perusahaan tersebut juga dinilai mengabaikan kewajiban penyediaan plasma bagi masyarakat sekitar, yang seharusnya menjadi bagian dari operasional mereka sesuai dengan aturan yang berlaku.

Para aktivis juga menyampaikan apresiasi atas keberanian dan ketegasan Bupati Masinton yang telah menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum di Tapteng. “Kami sangat bangga dengan ketegasan Pak Masinton. Ini adalah sejarah baru di Tapteng, di mana seorang Bupati berani mengambil sikap tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Kami akan terus mendukung dan mengawal setiap langkah beliau,” ujar Simon.

Petisi yang digalang ini diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat Tapteng untuk menyampaikan aspirasi dan dukungan mereka kepada Bupati Masinton. Selain itu, petisi ini juga bertujuan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakat yang selama ini terabaikan.

Sebelumnya, Bupati Masinton Pasaribu telah mengunjungi langsung lahan yang dikelola oleh PT SGSR. Dalam kunjungannya, ia menegaskan bahwa penguasaan lahan seluas 451 hektar tanpa izin yang sah merupakan tindakan pidana. Ia juga menyatakan akan menguji dasar hukum yang digunakan oleh PT SGSR dalam mengelola lahan tersebut.

“Kami datang ke sini bukan untuk berdebat, tetapi untuk menegakkan hukum. Semua akan kita uji sesuai dengan mekanisme yang berlaku,” tegas Masinton di hadapan perwakilan PT SGSR.

Bupati juga menyampaikan bahwa sebagian dari lahan yang akan diambil alih, sekitar 100 hektar, akan digunakan untuk mendirikan Markas Batalyon TNI AD. Hal ini dilakukan untuk memperkuat pertahanan wilayah Pantai Barat dan memberikan bantuan kemanusiaan serta penanggulangan konflik di wilayah sekitar.

Masinton menambahkan bahwa persoalan PT SGSR ini bukan masalah yang berdiri sendiri. Lahan tersebut telah dikelola bertahun-tahun tanpa alas hak yang jelas dan tanpa izin yang sesuai. “Dulu mungkin bisa ‘cincai-cincai’, tapi dengan saya tidak ada lagi kompromi. Atas nama kepentingan rakyat, saya akan eksekusi dan jalankan perintah negara,” tegasnya.

Sementara itu, HRD PT SGSR, Ruben Sitinjak, membenarkan bahwa lahan tersebut telah dikuasai oleh perusahaan selama sekitar 25 tahun. Ia juga mengklaim bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan izin ke BPN Pusat dan sedang dalam proses pengurusan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).

Menanggapi hal tersebut, Dandim 0211/TT, Letkol Inf Fernando Batubara, menegaskan agar tidak ada lagi aktivitas perusahaan di atas lahan yang telah diberikan kepada TNI AD. Ia juga merasa heran mengapa perusahaan baru mengajukan permohonan izin pada tahun 2023, padahal lahan tersebut sudah dikelola selama bertahun-tahun.

“Kami akan membangun Markas Batalyon di sini. Seharusnya, sebelum menanam, izin sudah harus diurus. Ini aneh kalau perusahaan tidak tahu koordinat lahan yang dikuasai di luar HGU,” ujarnya.

Fernando juga menambahkan bahwa negara hadir untuk menyelesaikan persoalan ini. Ia meminta agar semua pihak mematuhi keputusan yang akan diambil nantinya.

Dengan adanya dukungan dari masyarakat dan ketegasan dari pemerintah daerah serta TNI, diharapkan persoalan lahan ilegal di Tapteng ini dapat segera diselesaikan demi kepentingan masyarakat dan negara. (Jobbinson Purba)