Catut Nama Pejabat Batam, Terdakwa Suparman dan Oris Bantah Palsukan Surat LSM

DETEKSI.co-Batam, Dua terdakwa kasus dugaan pemalsuan surat lembaga swadaya masyarakat dan pencatutan nama pejabat pemerintah, Suparman dan Oris Suprianja, kembali menjalani pemeriksaan di Pengadilan Negeri Batam, Senin (24/11/2025).

Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Watimena, Yuanne dan Rinaldi itu, keduanya bergantian memberikan keterangan yang banyak berseberangan dengan temuan penyidik serta keterangan saksi.

Suparman, yang pertama dimintai penjelasan, menegaskan tidak mengetahui berapa banyak surat yang dikirim melalui jasa ekspedisi J&T. Ia mengaku kantor yang ia pakai di Ruko Greenland sudah tidak beroperasi sejak 2023.

“Saya tidak tahu ada ADRT itu dan tidak mengenal siapa orangnya. Pada Mei 2025 saya banyak berada di Jakarta. Dalam bulan itu saya tidak ada membuat surat lagi,” ujarnya.

Ia menambahkan konsep surat yang pernah dibuat sebelumnya disiapkan oleh kantor hukum tempatnya berkonsultasi di Padang.

Oris memberikan jawaban senada. Ia menyebut tidak lagi mengingat berapa banyak surat yang ia bawa ke kantor ekspedisi. “Banyak,” katanya singkat, sambil menegaskan dirinya hanya menjalankan apa yang diminta.

Pernyataan kedua terdakwa itu kontras dengan keterangan para saksi dalam sidang sebelumnya. Saksi Budi Yoris Panjaitan, Sekretaris Jenderal LSM Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah (KPA-PPD), hadir secara virtual dan menyebut dengan tegas bahwa surat yang dikirim kepada sejumlah pejabat itu adalah palsu.

“Saya tidak pernah membuat atau mengeluarkan surat itu. Ia menambahkan tanda tangannya dalam surat tertanggal 26 Mei 2025 tersebut dipalsukan,” kata Budi kala itu.

Yang memperkuat keterangan Budi, Ketua LSM KPA-PPD, Drs. B. Panjaitan, yang namanya dicantumkan sebagai penandatangan surat, telah meninggal dunia pada 12 April 2025 lebih dari sebulan sebelum surat itu dibuat.

“Saya juga tidak pernah memberikan izin siapa pun untuk memakai nama lembaga kami,” ujar Budi. Ia menyebut reputasi lembaga rusak dan hubungan koordinatif mereka dengan pemerintah terganggu akibat pemalsuan itu.

Saksi lainnya, Dohar Mangalando Hasibuan, Kabid di Dinas Bina Marga Kota Batam, membantah isi surat berbeda yang mencatut namanya sebagai pejabat pembuat komitmen. Surat palsu itu menyebut seolah-olah Dinas Bina Marga membagikan dana komisi proyek kepada sejumlah lembaga penegak hukum dan instansi pemerintah.

“Surat itu bukan produk resmi dinas kami. Itu murni palsu. Ia mengaku nama baiknya terseret dan sempat menjadi perbincangan di lingkungan Pemko Batam,” tegas Dohar.

Jaksa Penuntut Umum, Gustrio, dalam dakwaannya menyatakan kedua terdakwa diduga merancang surat palsu No. 033/SK/PKA-PPD/V/2025. Surat itu berisi tudingan adanya pembagian dana komisi proyek miliaran rupiah kepada berbagai pejabat, di antaranya Kejari Batam Rp 1,2 miliar, Kejati Kepri Rp 1,2 miliar, Kapolda Kepri Rp 1,2 miliar, Kapolres Barelang Rp 1,2 miliar, Pejabat Pemko Batam Rp 1,4 miliar, Pokja dan ULP masing-masing Rp 25 juta

Jaksa menilai narasi surat tersebut dibuat dengan tujuan memancing persepsi publik bahwa telah terjadi penyimpangan anggaran di tubuh pemerintahan.

“Para terdakwa secara sadar dan bersama-sama telah membuat serta menggunakan surat palsu, dengan maksud agar surat tersebut dipakai seolah-olah benar dan sah,” ujar Gustrio di hadapan majelis hakim.

Surat-surat itu dikirim ke sejumlah instansi pada 28 dan 31 Mei 2025 melalui J&T. Resi pengiriman diperlihatkan di persidangan sebagai bukti korespondensi. Dalam penggeledahan, penyidik menemukan buku anggaran dasar LSM KPA-PPD di kantor Suparman dan laptop Oris berisi draf tudingan korupsi proyek. Berkas digital itu menjadi salah satu barang bukti penting.

Akibat perbuatan tersebut, kejaksaan menyatakan setidaknya dua pihak dirugikan secara reputasi: Budi Yoris sebagai pengurus LSM dan Dohar sebagai pejabat Pemko Batam. Nama mereka dimanipulasi untuk menarasikan dugaan pembagian komisi proyek yang faktanya tidak pernah terjadi.

Suparman dan Oris kini dijerat Pasal 263 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang pemalsuan surat secara bersama-sama. Jaksa berpendapat seluruh unsur perbuatan pidana telah terpenuhi, termasuk adanya maksud merugikan pihak lain.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari JPU. (Hendra S)