DETEKSI.co-Depok, Dewan Pengurus Pusat Central Analisa Strategis (DPP CAS), menggelar kegiatan Diskusi Publik bertajuk Evaluasi Kinerja Pemerintahan Provinsi Jawa Barat di era kepemimpinan KDM, Senin (09-06-2025) bertempat di Graha Insan Cita Depok Jawa Barat.
Dengan menggandeng Gubernur Jawa Barat melalui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi, S. STP, M. Si, DPP CAS bersama dengan para narasumber lainnya, mengupas berbagai diskursus yang tengah hangat diperbincangkan sejak era KDM memimpin Bumi Pasundan tersebut.
Dalam kesempatan Diskusi Publik itu, turut hadir menjadi narasumber adalah, Elin Amalia, S. Pd (Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini & TK Al Quran di Jawa Barat), Cut Emma Mutia Ratna Dewi, SH, MH (Ketua Dewan Pengawas DPP CAS) dan Syamsul Qomar (Ketua Dewan Syari’ah DPP CAS) serta dipandu oleh moderator Tony Hamzah (Wakil Ketua Umum DPP CAS).
Terlihat juga Ketua Dewan Pembina DPP CAS Syahrir Muhamad yang secara resmi membuka acara, juga ada Zulkifli Ali selaku Ketua Dewan Pengarah DPP CAS, Sekretaris Dewan Penasihat DPP CAS Muzakir Muannas dan Achwan Yulianto sebagai Sekretaris Dewan Pembina DPP CAS beserta para pakar lainnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Jawa Barat melalui Kepala Bappeda Provinsi Jabar menegaskan bahwa sekitar 18 pointer yang menjadi catatan penting pada diskusi publik tersebut akan disampaikan kepada KDM. Dan Kepala Bappeda itu menyebutkan bahwa keinginan besar KDM mensejahterakan masyarakat Jawa Barat melalui berbagai program maupun kebijakan yang dimunculkannya.
Sementara Maulana Maududi selalu Ketua Umum DPP CAS mengharapkan agar pemerintahan provinsi Jawa Barat di era kepemimpinan KDM ini, dapat bertindak dan berbuat lebih arif dan bijaksana khususnya dalam menelurkan berbagai bentuk aturan kepada masyarakat.
“Penelitian ilmiah secara universal harus di kedepankan dalam sistem membangun pondasi sebagai landasan hukum di Pemprov Jabar yang marketable sehingga tidak menjust segala sesuatunya hanya berdasarkan aduan segelintir orang yang seolah-olah menjadi derita keseluruhan warga Jawa Barat”, ujar Maulana Maududi.
Dan Maulana Maududi menegaskan agar jangan hanya dengan aduan segelintir orang-orang saja dan berkembang menjadi konten youtube, seolah-olah olah derita kesusahan melanda masyarakat Jawa Barat dan berimplikasi menyebutkan para orang tua murid di Jawa Barat mayoritas orang susah yang tidak berkampuan secara financial memfasilitasi anak-anaknya.
“Kita semua sayang KDM, kita bangga memiliki KDM yang notabene adalah kader HMI dan alumni potensial di jajaran Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Dan saya serta mayoritas jajaran petinggi dan pengurus DPP CAS adalah mayoritas kader HMI dan saat ini sebahagian besar berkecimpung di pengurus KAHMI Nasional, Wilayah dan Daerah-daerah se Indonesia. Kami tidak mau KDM tergelincir dan dimanfaatkan popularitasnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang akhirnya akan membawanya ke jurang. Karenanya juga KDM bukan Raja di Siliwangi ini, akan tetapi KDM adalah Gubernur yang dipilih dan terpilih melalui proses politik. Maka aksentuasi dan dialektika politik harus tetap dijaga untuk membuat KDM lebih mawas diri dalam bertindak tanduk”, Tegas Maulana Maududi yang diketahui juga saat ini sebagai Pengurus MN KAHMI.
Sementara, adapun khususnya sebagaimana yang disampaikan oleh Elin Amalia, S. Pd selaku Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini & TK Al Qur’an, menilai dari dari surat edaran yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat terhadap pelarangan khususnya aktivitas wisuda anak PAUD & TK masih sangat kontradiktif.
Dan menurut Elin Amalia, hal itu menimbulkan pemahaman yang berbeda sehingga kalangan Dinas terkait di Kabupaten Kota mayoritas menyimpulkan bahwa surat edaran itu adalah bentuk larangan yang harus dipatuhi.
Menanggapi hal itu, Gubernur Jawa Barat melalui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Dedi Mulyadi, S. STP, M. Si menegaskan bahwa dipersilahkan untuk melakukan wisuda dengan tidak memberatkan orang tua murid. Dan silahkan melakukan apresiasi kepada murid dalam bentuk apapun.
“Silahkan lakukan apresiasi kepada siswa dalam bentuk apa saja yang tidak membebani orang tua murid. Dan untuk dipahami bahwa yang namanya surat edaran tidak ada landasan hukum untuk ditindak bagi yang melakukannya”, terang Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat itu.
Sebagaimana diketahui, dari langkah Gubernur Jawa Barat yang berencana akan menghapus tradisi wisuda bagi siswa PAUD, TK dan SD, tentunya menuai reaksi dari berbagai pihak.
Pernyataan tersebut disampaikan Dedi saat mengikuti kegiatan retreat di Magelang, seperti dilansir pada unggahan di akun Instagram pribadinya, @Dedimulyadi71, Minggu 23 Februari 2025.
Menurut Dedi Mulyadi, langkahnya dalam menghapus kegiatan yang dianggap membebani orang tua siswa.
“Ada keluhan, misalnya anak-anak TK wisuda, SD wisuda. Nah, kegiatan-kegiatan yang tidak ada relevansinya dengan pendidikan minta dihapus. Pak Bupati berani enggak?” tanya Dedi dalam sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya, @Dedimulyadi71.
Dedi menyoroti, biaya yang dikeluarkan untuk wisuda TK dan SD sering kali menjadi beban bagi orang tua. Oleh karena itu, ia meminta agar kegiatan seremonial yang tidak memiliki dampak langsung pada pendidikan dihapuskan.
Ia menegaskan, segala kebijakan yang bertujuan mengurangi beban finansial orang tua siswa akan menjadi prioritas pemerintah daerah.
Langkah ini menuai beragam reaksi dari masyarakat, terutama dari kalangan orang tua dan tenaga pendidik.
Sebagian mendukung kebijakan ini sebagai upaya meringankan beban ekonomi keluarga, sementara yang lain menganggap wisuda sebagai momen berharga bagi anak-anak.
Memang syah-syah saja ketika kebijakan ini sejalan dengan upaya Dedi Mulyadi dalam mereformasi dunia pendidikan di Jawa Barat, dengan menekankan efisiensi dan relevansi dalam setiap kegiatan akademik.
Akan tetapi juga harus lebih cerdas dan cermat dalam menganalisis serta mempertimbangkan untuk kemudian memutuskan langkah strategis terhadap eksekusi dari kebijakan dimaksud.
Pertama, ketika secara spesifikasi akademik berbicara kurikulum pendidikan untuk TK Al Qur’an dan SD IT atau SMP IT, tentu saja ada perbedaan khusus yang sangat melekat khususnya terhadap penanaman nilai keislaman.
Misalnya, sebagaimana diketahui bahwa metode pembelajaran Al-Qur’an di TK Al-Qur’an (TKA) bervariasi, namun beberapa metode yang populer di Indonesia meliputi metode Iqra’, Qiroati, dan Ummi.
Metode-metode ini fokus pada pengenalan huruf hijaiyah, membaca Al-Qur’an, dan menghafal surah-surah pendek.
Beberapa metode yang umum digunakan di TKA:
*Metode Iqra’:*
Metode ini menekankan pada pengenalan huruf hijaiyah dan cara membaca Al-Qur’an secara bertahap.
*Metode Qiroati:*
Metode ini menekankan pada pengenalan dan pemahaman bacaan Al-Qur’an yang benar, termasuk tajwid dan makhorijul huruf.
*Metode Ummi:*
Metode ini fokus pada pengenalan huruf hijaiyah, membaca Al-Qur’an, dan menghafal surah-surah pendek dengan pendekatan yang komprehensif.
Selain metode-metode di atas, TKA juga dapat menggunakan metode-metode lain seperti metode bercerita, tanya jawab, dan bermain untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan efektif. Penting untuk diingat bahwa setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga guru perlu memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.
Contoh aplikasi metode Iqro’ di TKA:
*CBSA (Cara Belajar Santri Aktif):*
Guru memberikan contoh, siswa berlatih sendiri, dan guru mengamati kemajuan siswa.
*Privat:*
Guru memberikan perhatian individual kepada setiap siswa selama pembelajaran.
*Asistensi:*
Siswa yang lebih mahir membantu siswa lain yang masih kesulitan.
*Komunikatif:*
Guru memberikan umpan balik (positif atau negatif) kepada siswa selama pembelajaran.
Dan ultimate goal sesungguhnya ingin disampaikan pada khalayak umum bahwa saat berlangsungnya wisuda menunjukkan eksistensi sekolah dalam melakukan proses pendidikan dasar mengenal Al Quran sekaligus sebagai motivasi dan kebanggaan positif yang mencerminkan kemampuan sekolah terkait untuk membina siswanya sekaligus kebangsaan para orang tua siswa menyaksikan anak-anak mereka dan membaca dan menghafal Al Quran pada rangkaian wisuda yang dilakukan.
Bahkan Almarhum BJ Habibie pernah mengatakan bahwa ia nya sangat bangga mewisuda santri/siswa TK Al Qur’an ketimbang menghadiri wisuda mahasiswa yang tidak bisa membaca Al Qur’an (mahasiswa yang beragama Islam).
Dan jika alasan efesiensi hingga kepada relavansi untuk kemudian melakukan penghadangan terhadap nilai-nilai luhur syiar agama Islam akibat proses wisuda TK Al Qur’an, tentu saja patut menjadi bahan diskursus yang sejatinya juga dengan tidak menyamaratakan ekonomi orang tua siswa yang seolah semua miskin alias tidak mampu.(Tim)