DETEKSI.co – Tapteng, Dugaan praktik pungutan liar (pungli) berkedok Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mengguncang Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN) 1 Badiri.
Kepala Sekolah, Kardi Simanjuntak, memilih bungkam saat dikonfirmasi terkait isu yang mencoreng nama baik institusi pendidikan tersebut.
Menurut informasi yang beredar, Kardi Simanjuntak diduga melakukan pungutan SPP dengan membebankan setiap siswa sebesar Rp30.000 per bulan.
Dana tersebut disinyalir digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi dan sejumlah guru di sekolah.
Ketua Komite SMKN 1 Badiri, Edy S Hutauruk, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyurati kepala sekolah untuk menghentikan pungutan SPP per 1 September 2025.
“Kita telah menyurati kepala sekolah agar pengutipan SPP sebesar Rp30 ribu setiap bulannya dihentikan, terhitung mulai 1 September 2025,” tegas Edy pada Selasa (26/8/2025) di Pinangsori.
Edy menambahkan, laporan penggunaan SPP periode Januari-Juni 2025 menunjukkan bahwa dana tersebut mayoritas dialokasikan untuk tunjangan, termasuk tunjangan kepala sekolah dan Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya.
Ironisnya, tidak ada alokasi dana SPP yang diperuntukkan bagi peningkatan mutu pendidikan.
“Dana SPP mayoritas digunakan untuk tambahan penghasilan/tunjangan bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan para guru berstatus ASN,” ungkap Edy.
Ia juga menyoroti adanya kejanggalan dalam laporan penggunaan dana, di mana guru honorer yang menerima gaji dari sumber dana SPP justru tertera sebagai guru ASN (Kepsek : 600 ribu/bulan, Wakil Kepsek : 400ribu, Wali Kelas : 100.000, dll).
Edy menegaskan bahwa penggunaan SPP untuk tunjangan kepala sekolah tidak dibenarkan.
Seharusnya, dana SPP digunakan untuk biaya operasional sekolah, peningkatan sarana dan prasarana, serta pengembangan mutu pendidikan.
“Bagaimana mungkin SMKN 1 Badiri membebankan sepenuhnya kepada orang tua siswa untuk pembayaran gaji pendidik dan tenaga kependidikan, yang seharusnya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah,” tanya Edy dengan nada prihatin.
Komite Sekolah menduga adanya praktik penyalahgunaan dana SPP.
Jika pungutan tetap dilakukan, Komite Sekolah menganggap tindakan tersebut sebagai pungli dan akan melaporkannya kepada penegak hukum.
Implikasi dari dugaan penyalahgunaan dana SPP ini telah dilaporkan kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan Sumut Wilayah X Sibolga.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Edy juga meminta pihak sekolah menyerahkan laporan rincian penggunaan SPP bulan Juli-Agustus 2025.
Salah seorang orang tua siswa dari Hutabalang membenarkan adanya pungutan SPP sebesar Rp30.000 per bulan.
Namun, ia enggan merinci detail terkait hasil rapat dan kesepakatan dengan pihak sekolah mengenai peruntukan dana tersebut.
“Langsung saja Lae tanyakan sama sekolah. Kami hanya diminta Rp30.000 per bulan SPP dan itu sudah kami bayarkan hingga Agustus ini. Soal buat apa dan ke siapa, Lae langsung ke sekolah saja biar lebih jelas,” ujar warga Hutabalang yang enggan disebutkan namanya.
Orang tua siswa tersebut juga mengungkapkan kebingungannya terkait kebijakan SPP ini.
“Sebenarnya gimana ya, Gubernur Sumatera Utara, Pak Bobby, kemarin-kemarin katanya sudah menggratiskan sekolah SMK atau SMA, tapi kek mana lah, kita tetap bayarnya di sini. Nanti kalau cuman kita yang komplain, gimana nanti anak kita di sekolah?” keluhnya.
Kasus dugaan pungli di SMKN 1 Badiri ini menjadi sorotan tajam di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan meringankan beban ekonomi masyarakat.
Masyarakat berharap pihak berwenang segera bertindak untuk mengungkap kebenaran dan menindak tegas pelaku pelanggaran. (Jobbinson Purba)











