Guru Besar UGM Sebut Jokowi Sah Lulusan S1 Kehutanan, Ijazahnya Asli?

Potret Universitas Gadjah Mada (ugm.ac.id)
Potret Universitas Gadjah Mada (ugm.ac.id)

Jakarta, Polemik keaslian ijazah S1 Universitas Gadjah Mada (UGM) Presiden ke-7 RI Joko “Jokowi” Widodo belum berakhir. Perdebatan yang melibatkan berbagai kalangan juga tak kunjung surut.

Guru Besar UGM, Profesor Koentjoro turut bersuara soal isu tersebut. Dalam diskusi di kanal YouTube Forum Keadilan TV, Koentjoro mengatakan tidak meragukan status akademik Jokowi di UGM.

Dia mengaku mendapat banyak informasi langsung dari teman-temannya yang mengenal Jokowi semasa kuliah, dan yakin ijazah Jokowi asli meski tidak melihat langsung.

“Pak Jokowi itu betul-betul lulusan UGM,” ujar Koentjoro, mengutip Forum Keadilan TV, yang mengizinkan IDN Times mengutipnya.

1. UGM juga sudah mengeluarkan pernyataan

Tak hanya bersandar pada cerita rekan-rekannya, Profesor Koentjoro juga menjelaskan pernyataan resmi dari pihak kampus seperti rektor dan dekan. Menurut dia ini sudah cukup kuat untuk menjawab keraguan publik, terkait dengan keaslian ijazah Jokowi.

“Saya bertanya kepada mereka, benar gak? Dosen-dosen mengatakan benar. Ya sudah, apalagi yang saya sangsikan,” kata dia.

“Sama seperti saya dengan Anda, percaya lulus dari UGM, apakah saya harus melihat langsung ijazah Anda?” sambung Koentjoro, yang kerap mengkritisi kebijakan Jokowi itu.

Koentjoro menegaskan, Jokowi adalah lulusan S1 dari Fakultas Kehutanan UGM dengan gelar insinyur. Ia mengingatkan publik agar tidak terus mempermasalahkan isu ini, apalagi hanya berdasarkan asumsi atau informasi tidak valid.

“Ya, S1. Lulus dari Fakultas Kehutanan dengan titel insinyur,” tegas dia.

2. Tiga lulusan UGM dianggap mencemarkan nama baik UGM

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Koentjoro melihat keraguan yang dibangun sejumlah alumni UGM seperti Roy Suryo, dr. Tifa, dan Rismon Sianipar justru merusak nama baik kampus.

“Dampak dari itu adalah semuanya menjelekkan UGM,” tuturnya.

Koentjoro menyindir keras pihak-pihak yang menuduh tanpa data primer. Ia meminta agar kritik tetap berada dalam koridor etika akademik, tanpa menggiring opini publik secara liar.

“Peneliti itu ada kode etiknya, mas. Tidak harus kemudian mencari massa,” ujar dia.

Dewan Guru Besar Komisi Etika dan KeUGMan UGM itu menyebut, polemik ini tidak semata soal ijazah, melainkan sudah bergeser ke ranah kepentingan politik. Bahkan, ia menyebut ada pihak-pihak yang menggunakan isu ini untuk menjaga eksistensi mereka di ruang publik.

“Jadi saya kira kedua-duanya itu punya kepentingan dalam kasus ini,” kata dia.

Ketika ditanya soal pembuktian lewat jalur hukum, Koentjoro menyebut, secara akademis, Jokowi memang berhak atas ijazah tersebut.

“Kalau dia lulusan UGM, maka dia berhak akan ijazah. Ini dulu harus kita pegang,” katanya.

Koentjoro juga mempertanyakan kredibilitas pihak-pihak yang menyerang Jokowi dengan membawa bukti berupa fotokopi. Menurutnya, penelitian akademik seharusnya bersandar pada sumber data primer dan valid.

“Peneliti yang seperti apa? Karena sumber datanya tidak jelas, tidak valid,” kritik Koentjoro.

3. Pernyataan Sofian Effendi juga dianggap semakin buat gaduh

Dalam kesempatan itu, Koentjoro menyadari polemik ini semakin ramai setelah pernyataan dari mantan Rektor UGM, Profesor Sofian Effendi yang sebelumnya sempat meragukan ijazah Jokowi. Meski demikian, Sofian kini sudah mengklarifikasi pernyataannya.

“Pemunculan Profesor Sofian Effendi suka tidak suka bisa kita kunci sebagai situasi yang menambah gaduh suasana,” kata Koentjoro.

Menanggapi permintaan sejumlah pihak agar UGM menunjukkan ijazah Jokowi secara fisik, Koentjoro mengingatkan validitas akademik tidak selalu harus dibuktikan dengan dokumen fisik yang diumbar ke publik.

“Bagi saya cukup, tidak harus menunjukkan fisiknya,” ucapnya.

Meski demikian, Koentjoro juga menduga, Jokowi memanfaatkan polemik ijazah ini untuk kepentingannya agar tetap menjadi perbincangan publik.

4. Akui tak suka Jokowi

Kendati, Koentjoro juga terang-terangan, secara pribadi tidak sepenuhnya mendukung Jokowi. Terutama, semasa Jokowi menjadi Presiden RI. Menurut dia, Jokowi kerap tidak mendengar masukan dari UGM terkait dengan kebijakannya.

“Saya benci dengan Pak Jokowi. Saya tidak suka dengan Pak Jokowi. Karena apa? Pak Jokowi itu tidak menghiraukan, tidak memperhatikan sama sekali,” tegasnya.

Profesor Koentjoro juga meminta Jokowi tidak banyak berbohong dan kembali ke jalan yang benar. Dia tidak ingin nama baik UGM tercoreng akibat polemik ijazah Jokowi.

Sumber, IDN Times