DETEKSI.co-Batam, Di ruang sidang Pengadilan Negeri Batam yang dingin dan penuh ketegangan, sepuluh mantan anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang kini menanti babak akhir dari drama hukum yang menyita perhatian publik. Setelah empat bulan sidang berlangsung, majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis pada Rabu dan Kamis (4-5/6/2025).
Sidang pembacaan putusan akan digelar selama dua hari berturut-turut. Ketua majelis hakim, Tiwik, didampingi hakim anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu, menyatakan posisi masing-masing pihak tetap tidak bergeser.
“Jaksa tetap pada tuntutan, sementara penasihat hukum para terdakwa tetap pada pleidoi pembelaan,” ungkap Tiwik, dalam sidang terakhir pada Senin lalu.
Tuntutan jaksa bukan perkara ringan. Lima dari sepuluh terdakwa dituntut hukuman mati –mencerminkan beratnya dugaan pelanggaran. Mereka adalah Satria Nanda, Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Rahmadi, dan Wan Rahmat Kurniawan. Sementara lima lainnya –Alex Candra, Junaidi Gunawan, Aryanto, Ibnu Rambe, dan Jaka Surya– dituntut pidana penjara seumur hidup.
“Kami nyatakan tetap pada tuntutan,” kata Jaksa Penuntut Umum, Abdullah, tegas menanggapi nota pembelaan yang disampaikan tim kuasa hukum para terdakwa.
Sidang yang bergulir sejak Februari 2025 itu menyeret satu per satu tabir gelap di balik institusi penegak hukum. Jaksa membeberkan bagaimana barang bukti narkotika jenis sabu yang semestinya dihancurkan atau dihadirkan di persidangan, malah dialihkan kembali ke pasar gelap. Lebih parahnya, jaringan ini diduga melibatkan perantara sipil yang kini turut diadili.
Dengan berbekal rekaman video, dokumen penyitaan, dan kesaksian para saksi termasuk mantan Kapolresta Barelang, jaksa menuduh para terdakwa melakukan kejahatan berulang secara terorganisasi. “Ini bukan hanya penyalahgunaan wewenang, tapi bagian dari sindikat peredaran narkoba yang terstruktur,” ujar Abdullah, dalam salah satu sidang sebelumnya.
Kasus ini mengguncang kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Mereka yang semula dipercaya sebagai garda depan pemberantasan narkoba, kini justru diduga menjadi bagian dari jaringan yang dulu mereka buru.
Tak sedikit pengunjung sidang dan masyarakat Batam yang mengaku kecewa. “Ini menyedihkan. Kita percaya pada polisi, tapi ternyata malah begini,” ujar Santi, seorang warga yang mengikuti sidang dari luar ruang pengadilan.
Pasal-pasal yang digunakan jaksa untuk mendakwa para terdakwa mencakup Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut. Tuntutan tersebut mengindikasikan bahwa jaksa memandang perkara ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, melainkan kejahatan narkotika yang serius dan berulang.
Kini, publik menahan napas. Putusan hakim akan menjadi penentu akhir: akankah pengadilan mengamini dakwaan dan tuntutan jaksa, ataukah ada ruang bagi pembelaan yang telah dibacakan dengan keras oleh tim kuasa hukum?
Apa pun hasilnya, perkara ini menjadi pengingat keras: bahwa di tengah sistem hukum yang rapuh, pengkhianatan bisa muncul dari mereka yang seharusnya menjaga. Di ruang pengadilan Batam, yang tertinggal kini adalah rasa kecewa, amarah, dan doa agar keadilan, bagaimanapun bentuknya, tetap ditegakkan. (Hendra S)