Kajian Filsafat dalam Pengembangan Kurikulum Deep Learning: Mewujudkan Pembelajaran Meaningful, Learningful, dan Enjoyful

Wakil Rektor I Universitas Battuta. Rudi Hermansyah Sitorus, S.Pd., M.Pd. (foto dok: deteksi.co)

Oleh : Rudi Hermansyah Sitorus, Laurensia Masri Perangin Angin, Rumiris Lumban Gaol, Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd

(Mahasiswa Doktoral Pendidikan Dasar UNIMED, Pembimbing/Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat Pendidikan)

Dalam era digital yang terus berkembang, pendidikan mengalami transformasi besar, salah satunya melalui konsep deep learning yang kini menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengadopsi pendekatan ini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih bermakna, berorientasi pada keterampilan, dan menyenangkan bagi peserta didik. Pendekatan ini tidak hanya bersandar pada metodologi pengajaran modern, tetapi juga memiliki dasar filosofis yang kuat dalam dunia pendidikan.

Filsafat Pendidikan dalam Deep Learning

Pengembangan kurikulum deep learning yang diterapkan Kemendikdasmen tidak terlepas dari berbagai kajian filsafat pendidikan yang berperan dalam membentuk pendekatan pembelajaran. Beberapa aliran filsafat utama yang mendasarinya meliputi:

Filsafat Konstruktivisme

Konstruktivisme, yang dikembangkan oleh tokoh seperti Jean Piaget dan Lev Vygotsky, menekankan bahwa pengetahuan dibangun melalui pengalaman dan interaksi sosial. Dalam konteks kurikulum deep learning, peserta didik didorong untuk menjadi pembelajar aktif yang mengeksplorasi dan memahami konsep melalui pemecahan masalah serta kerja sama.

Filsafat Pragmatisme

John Dewey, sebagai pelopor pragmatisme dalam pendidikan, menekankan bahwa pembelajaran harus berorientasi pada pemecahan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum deep learning menerapkan metode seperti Project-Based Learning (PBL) dan Problem-Based Learning (PBL) agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Filsafat Eksistensialisme

Dalam eksistensialisme yang dikembangkan oleh Søren Kierkegaard dan Jean-Paul Sartre, pendidikan dipandang sebagai sarana bagi individu untuk menemukan makna dan tujuan hidupnya. Oleh karena itu, kurikulum deep learning memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi minat, potensi, dan identitas diri agar mereka lebih terlibat dalam proses pembelajaran.

Filsafat Humanisme

Humanisme dalam pendidikan, yang dipengaruhi oleh pemikiran Carl Rogers dan Abraham Maslow, menekankan pentingnya pengalaman belajar yang holistik, mencakup aspek kognitif, emosional, dan sosial. Kurikulum deep learning mengadopsi pendekatan student-centered learning, di mana pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi unik masing-masing peserta didik.

Mewujudkan Meaningful, Learningful, dan Enjoyful Learning

Dalam praktiknya, kurikulum deep learning dirancang untuk menciptakan pembelajaran yang meaningful (bermakna), learningful (penuh manfaat), dan enjoyable (menyenangkan). Ketiga konsep ini berperan penting dalam membentuk pengalaman belajar yang optimal:

Meaningful Learning (Pembelajaran Bermakna)

Pembelajaran dianggap bermakna ketika materi yang diajarkan memiliki hubungan erat dengan pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik. Berdasarkan teori Ausubel, meaningful learning dapat meningkatkan pemahaman yang lebih dalam dan membantu peserta didik mengaitkan konsep baru dengan kehidupan nyata. Dalam kurikulum deep learning, hal ini diwujudkan melalui pendekatan contextual learning yang mengaitkan teori dengan praktik sehari-hari.

Learningful Learning (Pembelajaran yang Penuh Manfaat)

Pembelajaran tidak hanya harus bermakna, tetapi juga memberikan manfaat yang dapat diterapkan dalam kehidupan. Konsep ini menekankan bahwa pendidikan harus mampu membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan pendekatan ini, peserta didik dapat lebih siap menghadapi tantangan global.

Enjoyful Learning (Pembelajaran yang Menyenangkan)

Proses belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi dan minat peserta didik. Dalam kurikulum deep learning, game-based learning, experiential learning, dan collaborative learning menjadi strategi utama untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menarik. Hal ini sejalan dengan filosofi humanisme yang menekankan pentingnya lingkungan belajar yang positif dan mendukung.

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum deep learning oleh Kemendikdasmen bukan hanya sekadar inovasi metodologi, tetapi juga memiliki dasar filosofis yang kuat. Dengan mengadopsi prinsip konstruktivisme, pragmatisme, eksistensialisme, dan humanisme, kurikulum ini bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, bermanfaat, dan menyenangkan. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Melalui pendekatan ini, sistem pendidikan di Indonesia diharapkan mampu menghasilkan generasi yang lebih siap menghadapi tantangan global dengan keterampilan abad ke-21.