Pemilu Berkualitas Tanpa Money Politic

Tahapan demi tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 sudah mulai dilaksanakan. Pemilu tahun 2024 ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Hal ini dikarenakan Pemilihan Umum Tahun 2024 dilaksanakan secara bersamaan dalam satu tahun, baik Pemilihan Presiden, Pemilihan Legislatif (DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) dan Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota).

Pemilihan Umum (Pemilu) sendiri merupakan proses memilih orang-orang untuk mengisi kursi pemerintahan. Menurut Ali Moertopo pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam DPR, DPD DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama–sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pemilu merupakan pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali untuk menentukan Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota serta wakil rakyatnya di DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pemilu memiliki arti penting dalam negara demokrasi, karena berkaitan dengan tiga fungsi utamanya yaitu Legitimasi Politik, Sirkulasi Elit Politik dan Pendidikan Politik. Sehingga diperlukan upaya-upaya yang baik dan benar agar pelaksanaan pemilu berkualitas.

Upaya yang dilakukan untuk menciptakan pemilu yang berkualitas adalah menciptakan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu, peserta pemilu, tim sukses dan masyarakat. Komitmen menyelenggarakan pemilu berintegritas yang telah dibangun secara nasional, tidak boleh terciderai oleh adanya kepentingan individu dan kepentingan sesaat dari oknum penyelenggara, peserta dan masyarakat. Apabila terjadi, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu.

Indonesia adalah negara hukum sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tentunya mengatur tentang Pelaksanaan Pemilu termasuk Kampanye, Pelanggaran Pemilu (Tindak Pidana Pemilu). Adapun pengaturan hukum yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 28 tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum dan Peraturan Bawaslu Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat 3 (tiga) jenis pelanggaran pemilu, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemilu. Pada tahun 2019 terdapat 4.506 laporan pelanggaran pemilu,18.995 temuan pelanggaran, 20.999 laporan/temuan diregistrasi, 2.502 laporan/temuan tidak diregistrasi, 258 putusan pendahuluan tidak diterima dan 832 pendahuluan diterima (data pelanggaran pemilu 2019 Bawaslu RI). Dari data diatas, pelanggaran pemilu terjadi di setiap tahapan dan banyak kasus terjadi pada tahapan Kampanye.

Dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu selalu saja terdapat celah, adanya pelanggaran, baik kode etik, administratif maupun tindak pidana pemilu yang mencederai nilai-nilai demokrasi, sejak awal di mulainya masa kampanye sampai dengan tahapan pelaksanaan pemilu terakhir terjadi pelanggaran terhadap aturan norma hukum pemilu. Salah satu pelanggaran pemilu yang sering terjadi saat tahapan kampanye berlangsung yaitu memberikan uang (money politic) kepada masyarakat peserta kampanye dengan tujuan memperoleh suara untuk menduduki kursi yang sedang diperebutkan. Hal ini tentunya melanggar ketentuan Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang Pemilu “menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu”.dan ini termasuk dalam pelanggaran pidana dengan sanksi pidana penjara dan denda.

Untuk hal ini siapa yang bertanggungjawab atas tindak pidana pemilu tersebut ?, Apakah Penyelenggara Pemilu ?, Peserta Pemilu dan Tim Suksesnya ? atau Masyarakat Peserta Kampanye ?. Ketiga elemen ini memiliki tanggungjawabnya masing-masing dimuka hukum. Penyelenggara Pemilu bertanggungjawab karena tidak awas dan berintegritas dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya, Peserta Pemilu dan Tim Suksesnya bertanggungjawab atas tindakannya yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh suara dan memenangkan kursi yang ingin diraih, dan masyarakat peserta kampanye bertanggungjawab karena telah menerima uang untuk memilih peserta pemilu tersebut. Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana Pemilu ini didasarkan dengan adanya unsur kesalahan dan kesengajaan dalam melakukan perbuatan pidana, kemampuan terdakwa untuk bertanggungjawab,

tidak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi terdakwa dalam melakukan tindak pidana Pemilu, yaitu dengan sengaja memberikan materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung. Dengan kata lain masing-masing unsur yang terlibat dalam pelanggaran tindak pidana pemilu ini akan bertanggungjawab sesuai dengan tindakannya di hadapan hukum.

Lalu bagaimana upaya agar Pemilu Berkualitas tanpa Money Politic ? Sebagai penyelenggara hal yang dapat diupayakan yaitu meningkatkan kesadaran hukum pada masyarakat dan peserta/tim kampanye melalui sosialisasi dan penyuluhan tentang pemilu khususnya kampanye dan pelanggaran yang dapat menjerat setiap pihak yang melakukan pelanggaran termasuk masyarakat sebagai komoditas politik pada pemilu.

Pada penyelenggara baik Komisi Pemilihan Umum beserta jajaran disetiap tingkatan dan Badan Pengawas Pemilu beserta jajaran disetiap tingkatan, hal yang dapat diupayakan yaitu dengan melakukan sosialiasi, bimbingan teknis dan koordinasi terkait pencegahan pelanggaran pemilu. Serta berintegritas dan profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai penyelenggara dengan menjunjung tinggi prinsip Jujur, Bersih dan Adil (Juberdil).

Selanjutnya agar pelanggaran tindak pidana pemilu ini dapat memberikan efek jera bagi setiap pihak, maka hakim dalam mengadili pelanggaran pidana pemilu lebih teliti lagi dalam menjerat semua pelaku tindak pidana pemilu. Dan dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap para pihak hendaknya harus benar-benar melihat semua aspek berdasarkan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan hukum, agar keadilan sebenar-benarnya dapat tercapai dan dapat dirasakan semua pihak.

Bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran kiranya diberikan hukuman lebih ringan karena dianggap tidak tahu perilakunya menerima uang dari peserta/tim kampanye pemilu merupakan tindakan pidana. Kemudian untuk penyelenggara baik KPU dan Bawaslu serta Peserta Pemilu beserta tim kampanye kiranya diberikan hukuman yang lebih berat, hal ini dikarenakan para pihak tersebut dianggap memahami aturan main dalam Pemilu sehingga layak diberikan hukuman yang lebih berat guna memberikan efek jera agar Pemilu yang Berkualitas tanpa Money Politic dapat terwujud.

Penulis: Soegeng Afriadi, S.H