DETEKSI.co-Langkat, Kasus panti rehabilitasi narkoba milik Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin (TRP), kembali digelar di PN Stabat, Rabu (03/08/2022).
Dari enam orang saksi yang dipanggil, hanya dua yang hadir di persidangan tersebut.
Dalam perkara nomor 467/Pid.B/2022/PN Stb dengan terdakwa DP dan HS ,dua orang saksi Sariandi Ginting (31) dan Tria Sundari (30) mengatakan, tidak ada tanda penganiayaan pada wajah korban Sardianto Ginting.
Hal itu terungkap, saat Majelis Hakim yang diketuai Halidah Rahardhini SH,MH mencecar para saksi. “Abang ku (Sardianto Ginting) dijemput dari rumah atas permintaan kami ke pihak panti rehab milik pak TRP, untuk direhabilitasi,” kata Sariandi Ginting.
Sebelum meminta abang kandungannya untuk direhab, Sariandi dan istrinya, Tria Sundari pergi ke rumah rehab milik TRP. Di sana, mereka melihat penghuninya sehat – sehat dan bekerja dengan baik.
“Penghuni rumah rehab di sana gemuk – gemuk dan sehat. Sore itu, mereka (penghuni rehab) diantar dari pabrik kelapa sawit milik pak TRP ke rumah rehab dengan mobil,” lanjut Sariandi memberikan kesaksiannya di Ruang Sidang Prof Dr Kusumah Admadja.
Setelah meninjau panti rehab itu, Sariandi pun yakin untuk menitipkan abangnya di sana. Tepat pada 12 Juli 2022 malam, Sardianto dijemput oleh pihak panti rehab untuk direhabalitasi atas permintaan mereka. Saat mau dibawa, Sardianto sempat berontak. Namun pihak panti rehab membawanya dengan menggunakan mobil Avanza, tanpa adanya paksaan.
“Berselang tiga malam dari penjemputan itu, abang saya dinyatakan sakit lambung. Namun dia meninggal saat mau dibawa ke rumah sakit di Medan. Kami terima jenazahnya dalam keadaan sudah dikafani dan dimasukkan ke peti,” tutur Sariandi.
Adik korban itu menambahkan, sejak SMP, Sardianto sudah menggunakan narkoba. Perilakunya juga sudah sangat meresahkan keluarga. Pecandu aktif itu juga sudah berulangkali masuk panti rehab. Bahkan, Sardianto juga pernah minum cairan pembersih lantai saat direhab di Simalingkar. “Kami menitipkannya di panti rehab milik TRP karena tidak dipungut biaya,” lanjutnya.
Berharap agar abangnya dapat dilatih untuk bekerja selama direhabilitasi di panti rehab tersebut dan Abangnya dapat terbebas dari kecanduan narkoba agar bisa bekerja sebagaimana orang normal, adalah cita – cita Sariandi.
Dalam persidangan itu Sariandi menegaskan, tidak ada tanda penganiayaan saat keluarganya menerima jenazah Sardianto. Wajah abangnya hanya terlihat gemuk dan putih bersih. “Gak ada lebam atau biru – biru memar yang kami lihat,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Tria Sundari saat dicecar oleh majelis hakim dan JPU dari Kejari Langkat dan Kejati Sumut. Tidak ada kecurigaan keluarga Sardianto saat melihat kondisi jenazahnya. “Saya buka peti dan saya buka tali kafannya, dan muka abang ipar saya terlihat gemuk. Wajahnya putih dan bersih,” beber Tria.
Ipar Sardianto itu mengaku, ada lima orang yang menjemput korban. Waktu itu korban sedang duduk di bengkel milik Sariandi. Korban langsung dimasukkan ke mobil dan sempat melawan. “Setelah didorong ke mobil, ipar saya itu langsung dibawa ke panti rehab tanpa adanya penganiayaan,” terang Tria.
Tria juga mengaku, abang iparnya itu telah lama mengidap penyakit lambung akut. Selain itu, selama beberapa kali hendak direhab, Sardianto selalu melawan. “Setau kami, kalau mau direhab memang selalu dipaksa. Ipar saya itu juga selalu berontak,” bebernya.
Dari keterangan kedua saksi, tempat tersebut dikenal sebagai panti rehab bagi pengguna narkoba. Setelah kasus tersebut mencuat, barulah muncul istilah ‘kerangkeng’. Mereka juga tidak mengetahui kalau DP dan HS menganiaya korban.
Pada kesempatan itu, JPU mengatakan, sesuai hasil visum bahwa Sarianto Ginting tewas atau dalam kematian tidak wajar. “Dari hasil visum, terjadi kematian tidak wajar terhadap korban Sarianto Ginting, salah satunya ada pendarahan pada otak,” ujar JPU.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi, sidang itu selesai digelar Ketua Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada Rabu (10/08/2022) mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi kembali.
Di luar persidangan, kuasa hukum terdakwa Mangapul Silalahi SH dan Poltak Sinaga SH mengatakan, kliennya memiliki pusat pembinaan/rehabilitasi narkoba bukan kerangkeng manusia. Tempat rehabilitasi lain di wilayah Sumut semua sama. Memiliki kerangkeng, kamar istirahat dan rutin memeriksa kesehatan penghuni panti.
“Semua tempat rehab dibeberapa daerah tidak ada kita temukan gratis, yang ada milik klien kita. Selain itu, klien kita melatih mereka untuk bekerja di kebun dan pabrik. Itu pun jika pasien dianggap sudah mulai sembuh,” tegas Mangapul. (AR.Lim)