Sidang Lanjutan Prapid, Hetty Br Simanjuntak Tidak Tahu Letak Lahan Perkebunan yang Diklaim Miliknya

DETEKSI.co-Labuhanbatu, Hetty Br Simanjuntak warga Medan Labuhan, Kota Medan, yang melaporkan Martogi Br Sinaga dengan tuduhan melakukan pengerusakan diatas lahan perkebunan yang diklaimnya sebagai miliknya, ternyata tidak mengetahui persis dimana letak lahan tersebut.

Hal itu terungkap saat Hetty br Simanjuntak menjadi saksi dalam sidang lanjutan Praperadilan dengan pemohon Martogi Br Sinaga dan termohon Kapolres Labuhanbatu Cq Kasat Reskrim, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Selasa (15/11/22) sore, dengan agenda penyerahan bukti surat dan pembuktian saksi yang diajukan termohon.

Dalam persidangan yang dipimpin hakim tunggal Welly, SH itu, Hetty mengaku melaporkan Martogi Br Sinaga di Polda Sumut pada tahun 2020 dengan tuduhan pengerusakan diatas lahan perkebunan miliknya seluas 10 ha yang dimilikinya berdasarkan alas hak surat yang dikeluarkan pemerintah desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu. Oleh Polda Sumut, perkara itu dilimpahkan penanganannya ke Mapolres Labuhanbatu.

Menurut Hetty menjawab pertanyaan kuasa hukum pemohon, Cengly SH dkk, dia tinggal menetap di Kota Medan. Sedangkan lahan perkebunan yang dikalim sebagai miliknya itu dijaga oleh pekerjanya. Namun setelah terbakar berulang kali di tahun 2016 hingga 2017, dia tidak mampu lagi membiayai lahan perkebunan itu, sehingga tidak ada lagi penjaga lahan itu.Dia pun hanya datang sesekali melihat lahan itu.

Pada bulan April 2018, sambungnya, dia diberitahu oleh saksi Jumiran yang memiliki lahan berbatas dengan lahannya itu, bahwa Martogi Br Sinaga memasukkan alat berat untuk bekerja di lahan itu. Mendapat kabar itu, Hetty tidak langsung datang melihat. Sebab kebetulan anaknya baru saja meninggal dunia. Dia baru datang dua minggu setelahnya. Sayangnya, Hetty tidak ingat tanggal dan bulan kedatangannya ke lahan itu. Dia hanya ingat itu di tahun 2018.

Saat ditanya, sebelah mana lahannya yang berbatas dengan Jumiran, Hetty mengaku tidak tahu. Dia berdalih berbatasan bukan dengan lahan Jumiran pribadi, melainkan dengan lahan kelompok yang mana Jumiran bagian dari kelompok itu.

Kuasa hukum menanyakan, mengapa pengerusakan lahan baru dilaporkan di tahun 2020, sedangkan peristiwa pengerusakan terjadi tahun 2018. Menjawab itu, Hetty mengatakan masih trauma dengan meninggalnya anaknya.

“Namanya saya lagi berduka. Karena yang lebih penting pemulihan jiwa trauma anak meninggal” ujarnya.

Hetty menyebut, saat datang melihat lahan yang dirusak itu, dia hanya sebentar dan tidak menginap. Di lahan itu, katanya dia hanya bisa menangis membayangkan perjuangannya membangun lahan perkebunan itu.

Kuasa hukum kembali bertanya, mengapa setelah melihat lahan yang dirusak dan pulang ke Medan, tidak langsung membuat laporan. Hetty beralasan dia lemas dan sedang sakit.

” Karena saya masih lemas. Ada penyakit darah tinggi dan diabetes. Jangan gara-gara ladang aku mati” katanya.

Kuasa hukum kemudian bertanya lagi, apa yang tiba-tiba mendorong Hetty untuk melaporkan peristiwa itu ke Polda Sumut tahun 2020. Hetty mengatakan dia sudah mulai pulih.

“Saya membayangkan saya membangun ladang dan saya ingat capek saya susah payah dari hutan ditumbang. Uang habis. Ditanam, terbakar. Ditanam terbakar. Itulah saya melapor. Disitu pun saya sudah mulai pulih” terangnya.

Selanjutnya kuasa hukum bertanya lagi. Jika memang sudah pulih, mengapa saat melapor ke Polda Sumut Hetty salah menyebut waktu peristiwa pengerusakan itu dengan menyebut bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 2019 dan bukannya tahun 2018?. Padahal sudah ada 2 tahun waktu pemulihan trauma. Mendapat pertanyaan itu Hetty tampak berang.

“Karena sudah beruntun merusak ladang saya. Saya tidak bilang butuh dua tahun. Saya tidak bilang. Tapi yang saya bilang butuh pemulihan. Bapak yang bilang dua tahun, bukan saya” ujarnya nada membentak.

Hetty menegaskan, sebagai manusia dia bisa saja silap. Akan tetapi ketika ditanya, kapan dia paham bahwa dia telah silap menyebutkan waktu kejadian perusakan, dia mengaku sudah mengetahui sejak tahun 2021. Namun saat itu dia sedang menjalani transfusi darah.

“Agustus 2021 baru ingat. Tapi kebetulan saya transfusi darah” sebutnya.

Lebih jauh kuasa hukum mempertanyakan, di dusun mana di Desa Sei Siarti lahan perkebunan miliknya yang dituduh telah dirusak oleh Martogi Br Sinaga. Akan tetapi, Hetty tidak mengetahuinya. Untuk mengetahui itu, dia harus meminta bantuan Kepala Desa setempat.

” Sampai sekarang saya tidak tahu” ucapnya.

Total luas lahan yang dirusak, ucap Hesty adalah seluas 10 hektar. Dia tahu luasnya karena pernah mengukur dengan orang Rantauprapat bermarga Siregar. Tetapi orang itu sudah meninggal dunia.

Sementara itu saksi Jumiran, membenarkan bahwa dia memiliki lahan yang berbatas dengan Hetty br Simanjuntak. Dia membuka lahan itu di tahun 2008. Sedangkan Hetty membuka lahan di tahun 2009.

Jumiran menambahkan, pada tahun 2008-2009, lahan itu merupakan kawasan bebas karena belum diketahui apakah lahan itu masuk daerah Rokan Hilir, Provinsi Riau atau Kabupaten Labuhanbatu.

Namun saat ini, kata Jumiran lagi, lahan perkebunan miliknya dan Hetty br Simanjuntak itu sudah masuk wilayah Kabupaten Labuhanbatu.

Begitu pun, Jumiran mengaku lahan miliknya masih menggunakan alas hak berupa surat dari pemerintah Desa Pasir Limau Kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Dia mengaku belum mengganti surat lahan miliknya karena tdk ada dana. Dia menyebut Kepala Desa meminta biaya pengurusan surat tanah sebesar Rp 10 juta/hektar.

Baca berita sebelumnya, *Tidak Terima Ditetapkan Tersangka Kasus Pengerusakan, Martogi Br Sinaga Prapid Kapolres Labuhanbatu – Deteksi*https://deteksi.co/tidak-terima-ditetapkan-tersangka-kasus-pengerusakan-martogi-br-sinaga-prapid-kapolres-labuhanbatu/

” Karena tidak ada dana, pak. Kades minta biaya sepuluh juta per hektar nya” ungkapnya.

Pada persidangan itu, termohon Kapolres Labuhanbatu Cq Kasat Reskrim diwakilkan oleh kuasa termohon Aiptu Ramli Siregar. (Dian)