DETEKSI.co-Langkat, Sidang Pembunuhan mantan anggota DPRD Langkat Paino, warga desa besilam bukit lembasah, kecamatan wampu kembali di digelar Pengadilan Negeri Stabat dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Ahli, Senin (31/07/2023)
Sidang digelar diruang sidang Prof.Dr.Kusumah Admdja,SH dengan Nomor Pekara : 286/Pid.B/2023/PN Stb atas nama terdakwa LSG
Adapun hakim ketua dalam persidangan tersebut Ledis Meriana Bakara,SH,MH, hakim anggota Maria CN Barus SIP, SH, MH, Dicki Irvandi, SH,MH dan Jaksa penuntut umum Jimmy Carter A, SH, MH dan David Ricardo Simamora, SH
JPU saat itu menghadirkan 3 orang saksi ahli yaitu dr.Mistar Aritonang Forensik RS Bhayangkara dalam keteranganya bahwa korban Paino dilakukan pemeriksaan olehnya pada tanggal 27 Januari 2023, sekitar pukul 09.00 wib sementara itu menurut ahli korban meninggal perkiraanya sekitar 10 s/d 16 Jam, dari hasil pemeriksaanya terdapat luka tembak di bagian dada sebelah kanan yang menembus jantung dan mengarah ke kiri bawah menembus paru – paru, penyebab kematian karena banyaknya pendarahan dibagian dada kanan sekitar 700 cc dan bagian dada sebelah kiri 1300 cc, menurut dr Mistar jika mengalami luka seperti ini sangat kecil kemungkinan untuk selamat hanya mukjijat yang kuasa yang mampu menyelamatkan karena hanya hitungan menit jika bisa ditolong.
PH terdakwa meminta agar peluru yang menjadi barang bukti untuk ditunjukan, apakah sesuai dengan luka yang ditemukan ditubuh korban, lalu JPU membawa kehadapan majlis hakim diikuti saksi ahli dan PH terdakwa, saat ditunjukan sebuah peluru tersebut Ahli mengatakan bahwa peluru tersebut sesuai dengan besar luka yang ditemukan karena luka tembak lebih besar dengan peluru yang ditembakkan.
Sementara menurut Suriadi saksi ahli balistik bahwa dirinya dimintai keterangan terkait kasus pembunuhan Paino, terkait barang bukti senjata api, proyektil atau peluru, selongsong peluru beserta pakaian singlet dan baju kaos.
mengungkapkan terdapat residu yang melekat dipakayan Paino, residu dapat terdeteksi atau membekas jika proyektil atau peluru ditembakkan dengan jarak yang sangat dekat kepada objek.
Dalam kesaksianya, Supriadi juga menegaskan bahwasanya barang bukti senjata api yang digunakan pelaku adalah jenis pistol rakitan dan proyektil serta selongsongnya juga berkesesuaian dengan barang bukti.
“Dari pemeriksaan proyektil dan selongsong peluru untuk mengetahui senjata api jenis apa yang digunakan, sedangkan pakaian korban dilakukan pemeriksaan guna mengetahui apakah benar memang peluru mengenai korban yang dapat diketahui dari abu atau serbuk proyektil”, ucap Supriyadi.
Dari barang bukti pakaian yang dikenakan korban dapat diambil kesimpulan bahwasanya pakaian (baju dan singlet) korban robek (berlubang) diakibatkan muntahan proyektil senjata api dan ditemukan residu yang melekat dari senjata api (berdasarkan uji proses kimia).
“Residu dapat terditeksi atau tertinggal di objek, jika jarak tembak dilakukan dibawah 70 cm atau ditembakkan dari jarak yang sangat dekat, jika lewat dari jarak 70 cm maka residu akan terbawa angin,” jelas Supriadi dihadapan majelis hakim.
Lebih lanjut Supriadi mengatakan, di bulan Maret dirinya juga melakukan pemeriksaan terhadap satu pucuk senjata api untuk memastikan atau dilakukan perbandingan dengan barang bukti proyektil dan selongsong proyektil yang ditemukan di lokasi pembunuhan (TKP). Dan hasilnya proyektil serta selongsongnya juga berkesesuaian.
Lebih lanjut Supriadi membeberkan, senjata api pabrikan memiliki setandart khusus sesuai dengan perizinan, seperti adanya putaran atau alur peluru jika ditembakkan ke objeknya sehingga lebih terarah dan lebih kuat lontaran proyektilnya, sedangkan senjata api jenis rakitan tidak ada alurnya sehingga daya kecepatan cendrung kurang kuat dan tidak setabil serta terkadang proyektil tidak dapat dipastikan arah lontarnya.
Sementara itu saksi ahli bahasa Imran dari Balai bahasa Sumut dihadirkan guna menjelaskan beberapa kata – kata yang disampaikan ketiga terdakwa yaitu Tosa, Dedi dan Sahdan, dari kata – kata dalam kronologis yang disampaikan penyidik kepadanya mengatakan bahwa dapat disimpulkan adanya kata perintah untuk menghabisi atau membunuh dari terdakwa LSG dan disetujui oleh penerima perintah.
Diluar persidangan penasehat hukum keluarga korban, Togar Lubis adanya pertanyaan dari PH terdakwa Dalam persidangan, PH terdakwa LSG sempat mempertanyakan kepada Ahli Forensik berapa jarak penembakan antara eksekutor dengan korban dan ahli menjawab bahwa jaraknya jauh diatas 70 cm.
” Namun keterangan ahli forensik ini dibantah oleh ahli balistik Menurut ahli balistik berdasarkan residu amunisi yang tertinggal di baju korban maka dipastikan jarak antara senjata yang diletuskan ke tubuh korban tidak lebih dari 70 cm “
Penasehat hukum keluarga Korban, Togar Lubis sepakat dengan keterangan ahli balistik. Sebab, Kata Togar Lubis, tentang senjata dan jarak tembak itu adalah keahlian di bidang balistik bukan forensik. (AR Lim)