DETEKSI.co-DAIRI, Masyarakat Desa Banjar Toba Kecamatan Berampu Kabupaten Dairi, menuding Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) bertindak tidak fair dalam proses dan tahapan penyelenggaraan Pilkades.
Tindakan yang menurut warga telah menciderai rasa keadilan dan demokrasi itu, terjadi dalam proses Penetapan Daftar Pemilih Tetap.
Tokoh masyarakat Banjar Toba, Satur Sianturi mengutarakan, sejumlah warga terpaksa kehilangan hak pilih karena tidak terakomodir dalam DPT.
Dirincikan, nama yang tidak diakomodir diantaranya adalah Efendy Simamora, seorang pemuka agama berumur hampir 60 tahun yang sejak lahir menetap secara terus-menerus di Desa dimaksud. Ironisnya, Efendy Simamora merupakan adik kandung dari ketua P2KD.
“Ini sepertinya pengkebirian hak demokrasi yang diduga diakukan secara sengaja”, sebut Satur. Dia membandingkan, sejumlah nama yang diketahui tidak pernah berdomisili di wilayah desa Banjar Toba justru tercatat dalam DPT.
Ada nama-nama yang sepengetahuan warga tidak pernah tinggal di Banjar Toba, justru diakomodir. Terhadap nama-nama dimaksud belakangan diketahui memiliki dokumen kependudukan yang beralamat di lingkungan IV Desa Banjar Toba. Anehnya, warga di lingkungan IV justru tidak kenal dengan nama-nama dimaksud.
“Ada warga tidak dikenal terdaftar dalam DPT, sementara warga setempat yang juga telah ditokohkan di Desa, justru tidak terdaftar, ini aneh dan janggal”, sebutnya.
Atas kejanggalan itu, puluhan warga kemudian menyampaikan protes ke Panitia Pilkades tingkat Kabupaten Dairi, Kamis (12/10/2023).
Dalam Penyampaian aspirasi, warga diterima penjabat Sekda Dairi, Surung Charles Bantjin, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dispemdes) Agel Siregar dan pejabat terkait.
Efendy Simamora yang turut dalam delegasi, meminta Bupati Dairi, Eddy Keleng Ate Berutu dan panitia pemilihan kabupaten, untuk menginstruksikan P2KD Banjar Toba agar mengakomodir dan memberi hak pilih kepada Ependi Simamora dan keluarganya dalam Pilkades Banjar Toba.
Dalam pertemuan, PLT Kadis Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Agel Siregar mengutarakan, seluruh proses dan rangkain Pilkades terikat dengan aturan dan peraturan, termasuk mengatur jadwal dan tahapan.
Berdasarkan regulasi yang ada, yang berhak memberi suara pada Pilkades hanya yang terdaftar dalam DPT. Sementara tahapan penetapan DPT sudah terlampaui.
Sejatinya, protes dilakukan sebelum penetapan DPT, karena ruang dan kesempatan untuk hal sedemikian terbuka luas.
Mekanismenya, diawali pengumuman DCS yang ditempel ditempat-tempat umum. Hal itu dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk melakukan pencermatan, dan bila ada warga yang belum terdaftar diharapkan untuk melapor dan mendaftarkan diri.
Jika setelah penetapan DPT, ada yang menyampaikan protes, hal itu tidak bisa diakomodir. Kami dapat memaklumi protes warga, namun kami tidak dapat menabrak aturan yang ada, sebut Agel.
Agel menambahkan, regulasi yang mengatur merupakan Peraturan Daerah (Perda) dan kalaupun ada keinginan untuk mengevaluasi, hal itu tidak mungkin lagi dilakukan untuk diakomodir pada Pilkades tahun ini.
Untuk melakukan perubahan dan perbaikan Perda, membutuhkan proses dan waktu yang lumayan panjang. Ada tahapan dan rangkaian persidangan di DPRD yang tentunya butuh waktu.
“Meski demikian, hal itu tentu menjadi masukan untuk perbaikan guna penyelenggaraan Pilkades di tahun-tahun mendatang”, sebut Agel.
Sementara itu, Pilkades Serentak di Kabupaten Dairi tahun 2023 akan digelar di 22 Desa pada 25 Oktober mendatang. Untuk Desa Banjar Toba, kontestasi akan diikuti 2 calon, yakni kepala desa Incumbent, Innenci Tobing dan penantangnya Henri Sihombing. (NGL/JLO)