Oleh :
Aprian Vitaranta Sitepu
201201093
Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
Sejarah KTH Penghijauan Maju Bersama berawal dari berkumpulnya para penebang kayu masyarakat Dusun 10 Paluh Baru Desa Pasar Rawa kecamatan Gebang, kabupaten Langkat. Kayu yang ditebang adalah kayu bakau sebagai bahan baku pembuatan arang bakau. Setelah hutan mangrove di Desa Pasar Rawa itu rusak, para penebang kayu mencoba menjaga tanaman hutan mangrove yang tersisa dan melakukan penanaman dengan menancapkan propagul (buah bakau) yang terdapat di sekitar kawasan secara swadaya. Dengan kegigihan dan konsisten dari masyarakat akhirnya kawasan hutan yang tadinya sudah rusak akibat ditebang berubah menjadi kawasan hutan yang asri sampai sekarang.
Setelah itu agar mendapat pengakuan dari pemerintah desa, masyakat tersebut membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan nama Penghijauan Maju Bersama pada tanggal 20 Januari 2011. Tujuan kelompok adalah agar dapat menjaga hutan yang telah ditanami dan kedepannya dapat menebang untuk memanen kayu bakau tersebut. Pada tanggal 5 April 2018, kelompok menandatangani Naskah Kerjasama Kehutanan (NKK) Kemitraan Kehutanan dengan KPH Wilayah 1 Stabat, dengan nomor Pihak Perrtama : 074/0900 dan Nomor Pihak Kedua : S/KTP-MB/PR-KG/IV/2018. Dan selanjutnya mendapatkan SK dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.1671/MENHLK-PSKL/PKPS/PSL.0/4/2018 tanggal 10 April 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) antara kelompok Tani Penghijauan Maju Bersama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah 1 Stabat, Desa Pasae Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara seluas +- 178 Ha.
Seiring waktu hutan mangrove yang dijaga tumbuh baik dan tanaman bakau sudah besar. Kelompok mulai mengurus izin pemanfaatan kayu bakau dan izin industri arang bakau. Namun karena urusan berbelit dan juga timbul rasa sayang akan hutan dan rasa memiliki juga niat tulus menjaga hutan tersebut, kelompok tidak lagi memanfaatkan kayu bakau. Kelompok juga menyadari pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan biota air (ikan, udang, kepiting, dan lain-lain) dan makhluk hidup seperti burung-burung, kera dan yang lainnya. Selanjutnya kelompok mengadakan musyawarah dan mufakat untuk program yang dilakukan kedepannya.
Beberapa inovasi yang dilakukan untuk menjadi salah satu usaha penambah penghasilan dan peningkatan ekonomi masyarakat khususnya kelompok adalah membuat keripik ikan. Kelompok membuat sebuah produk makanan ringan yaitu keripik ikan dengan nama “Baronang Crispy”. Bahan utama produk ini adalah ikan ketang/ikan baronang yang tentunya melimpah di kawasan hutan tersebut. Dengan rempah-rempah pendukung lainnya keripik ini menjadi makanan ringan yang enak yang sekarang menjadi salah satu oleh-oleh khas dari kelompok tersebut. Selain itu, ada juga produk lainnya yaitu terasi udang yang berbahan utama adalah udang rebon. Ini menjadi salah satu produk unggulan yang menjadi salah satu inovasi dari kelompok tersebut untuk peningkatan pendapatan.
Salah satu kunci dalam sebuah kelompok dapat berjalan dengan baik adalah adanya pihak-pihak yang tentunya mendukung kelompok tersebut yang nantinya membentuk sebuah jejaring sosial yang menunjukkan tingkat pengaruh dari setiap pihak. Dari jejaring sosial ini dapat dilihat bagaimana keterkaitan setiap aktor didalam sebuah kelompok, selain itu juga dapat melihat bagaimana peran dari stakeholders dalam mengelola sebuah kelompok.
Hal ini tentunya menunjukkan adanya keterkaitan dalam sebuah jejaring sosial dengan stakeholders dalam mengelola sebuah kelompok. Beberapa dinamika terjadi dalam kaitannya dengan hubungan antar pihak dalam mengungkapkan tanggapan dan untuk memastikan kekokohan strategi yang berkaitan dengan tujuan kelompok sehingga dapat diketahui pemangku kepentingan yang mendukung atau menentang dan berpotensi mengganggu masa depan kelompok.
Dari penjelasan di atas jelas dikatakan bahwasanya dalam pengelolaan sebuah kelompok tentunya yang menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana jejaring sosial yang ada pada kelompok tersebut dan peran dari setiap stakeholders. Sama halnya dengan Kelompok Tani Penghijauan Bersama membutuhkan banyak peran aktif stakeholders secara nyata di lapangan. Diperlukan usaha untuk mengoptimalkan dan mensinergikan semua stakeholder yang berkepentingan terhadap Kelompok Tani Penghijauan Bersama.
Dengan bersinergis nya stakeholders yang terlibat sesuai peran dan fungsinya masing-masing, maka akan terjalin hubungan kerjasama yang baik. Hubungan kerja yang baik antar stakeholders tersebut akan mendukung keberhasilan dalam menjalankan program-program dalam kelompok.
Beberapa pihak yang terlibat dalam pengelolaan kelompok tersebut antara lain, Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah 1 Stabat (KPH), Badan Restorasi Gambut Mangrove (BRGM), Badan Diklat Industri (BDI), Yayasan Konservasi Pesisir Indonesia (YAKOPI), Pertamina, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL), BASARNAS dan lainnya yang mempunyai kepentingan dan kerjasama yang berbeda-beda namun tetap untuk kemajuan kelompok.