EKSISTENSI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

OLEH:
NAMIRA HARAHAP
NIM : 217005057/HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
Pembuktian memegang peranan dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.
Dalam pembuktian alat-alat bukti yang disajikan yang sah menurut undang-undang, hakim yang memeriksa suatu perkara pidana guna mendapatkan kebenaran suatu peristiwa pidana yang dikemukakan. Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan satu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.
Dalam proses pembuktian pada persidangan perkara tindak pidana pencucian uang terdapat sistem pembuktian terbalik terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang, hal demikian tentunya mempermudah pihak jaksa penuntut umum dimana pembuktian dalam perkara pidana seharusnya berada pada jaksa penuntut umum. Mengingat adanya sistem tersebut maka perlu dibahas tentang sistem pembuktian terbalik dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang. Pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 77 dan 78 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 yang berbunyi:
Pasal 77
“Untuk Kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.”
Pasal 78
1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
2. Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengn perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.
3. Pembuktian terbalik beban pembuktian ada pada terdakwa. Pada tindak pidana pencucian uang yang harus dibuktikan adalah asal-usul harta kekayaan yang bukan berasal dari tindak pidana, misalnya bukan berasal dari korupsi, kejahatan narkotika serta perbuatan haram lainnya.
Pasal 77 dan 78 tersebut berisi ketentuan bahwa terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana. Ketentuan ini dikenal sebagai asas pembuktian terbalik. Dimana sifatnya sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang di pengadilan, tidak pada tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua tindak pidana, hanya pada serious crime atau tindak pidana berat seperti korupsi, penyelundupan, narkotika, psikotropika atau tindak pidana perbankan.
Dengan sistem ini, justru terdakwa yang harus membuktikan, bahwa harta yang didapatnya bukan hasil tindak pidana. Yang harus dilakukan adalah mengetahui apa saja bentuk aset korupsi, dimana disimpan dan atas nama siapa.
Pasal-pasal lain yang mendukung pembuktian terbalik ini diantaranya yaitu pada Pasal 79 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai sita terhadap harta kekayaan hasil dari suatu tindak pidana yang menyatakan bahwa:
“Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana Pencucian Uang, hakim atas tuntutan penuntu umum memutuskan perampasan Harta Kekayaan yang telah disita.”
Ketentuan Pasal 79 ayat (4) dalam penjelasannya dimaksudkan untuk mencegah agar ahli waris dari terdakwa menguasai atau memiliki Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Di samping itu sebagai usaha untuk mengembalikan kekayaan negara dalam hal tindak pidana tersebut telah merugikan keuangan negara. Pemeriksaan tindak pidana pencucian uang terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pencucian uang merupakan independent crime, artinya kejahatan yang berdiri sendiri. Walaupun merupakan kejahatan yang lahir dari kejahatan asalnya, misalnya korupsi, namun rezim anti pencucian uang di hampir seluruh negara menempatkan pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang tidak bergantung pada kejahatan asalnya dalam hal akan dilakukannya proses penyidikan pencucian uang.
Di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaanya bukan merupakan hasil dari suatu tindak pidana (asas pembuktian terbalik). Dan untuk kelancaran pemeriksaan di pengadilan, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa sesuai dengan ketentuan pada Pasal 79 ayat (1)
Dalam Pasal 78 diatur mengenai proses pembuktian terbalik oleh terdakwa yang dilakukan pada proses pemeriksaan di Sidang Pengadilan, yaitu dalam ayat (1) Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Perintah hakim adalah membuktikan kekayaan yang terkait dengan perkara pencucian uang bukan berasal dari predicate crime. Dalam ayat (2) deatur mengenai cara terdakwa dalam membuktikan bahwa hartanya kekayaan terkait bukan berasal dari predicate crime, yaitu Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup. Alat bukti yang diatur dalam UU No 8 Tahun 2010 diatur dalam pasal Pasal 73 yaitu :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen.
Namun dalam pasal 75 dan pasal 76 secara tersirat tampak bahwa penyidik dan penuntut umum tidak terlepas dari beban pembuktian. Dalam Proses penyidikan , pihak penyidik di haruskan untuk dapat menemukan bukti awal yang cukup untuk adanya tindak pidana pencucian uang. Hal ini disebutkan dalam pasal 75 Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya kepada PPATK. Selanjutnya dalam pasal 76 juga disebutkan bahwa penuntut umum wajib memeriksa apakah berkas perkara yang akan diajukan ke sidang pengadilan telah dinyatakan lengkap yakni Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana Pencucian Uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap.
Jaksa dalam proses pembuktian dalam penanganan perkara pidana tindak pidana pencucian uang dapat menggunakan asas pembuktian terbalik guna mempermudah jaksa penuntut umum dalam membuktikan kesalahan terdakwa, namun demikian Jaksa tidak boleh hanya berpegang pada bukti dari keterangan terdakwa tersebut. Jaksa haruslah memperoleh 2 (dua) bukti lain selain keterangan pembuktian terbalik yang disampaikan oleh terdakwa.