Malang, JAKSA Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan pembaruan hukum acara pidana menjadi momentum yang strategis untuk memperkuat sistem peradilan pidana, utamanya dalam menjamin keadilan prosedural. Dia mengatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah tidak mampu mengimbangi perubahan yang terjadi di masyarakat.
“Pembaruan ini diharapkan mampu menciptakan peradilan yang modern, adaptif, dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang menuntut penegak hukum yang tak hanya memberikan kepastian tetapi juga menghormati nilai-nilai keadilan dan ketertiban di masyarakat,” ujar ST. Burhanuddin dalam acara Seminar Nasional Sistem Peradilan Pidana di Auditorium Universitas Brawijaya, Kota Malang, pada Selasa, 27 Agustus 2025.
Dalam paparannya, Burhanuddin mengutip pendapat Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Satjipto Rahardjo. Dia mengatakan, hukum yang membebaskan berpandangan bahwa hukum harus digunakan untuk membela rakyat kecil dan mencapai keadilan substantif, bukan hanya sekadar menegakkan hukum formalistis belaka.
Oleh karena itu, dia berpandangan partisipasi masyarakat dalam proses pembaruan KUHAP menjadi hal yang krusial. Tujuannya, agar kepentingan para pihak terakomodasi tanpa diskriminasi sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat memperoleh legitimasi publik.
“Sekaligus berbasis pada moral pendekatan hukum yang kuat dan memenuhi syarat partisipasi bermakna sebagaimana amanat Mahkamah Konstitusi,” ujar dia melalui sambungan daring.
Menurut dia, partisipasi bermakna itu harus memenuhi tiga indikator yaitu hak masyarakat untuk didengar pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, serta hak untuk mendapatkan penjelasan atau tanggapan atas pendapat yang diberikan.
Adapun revisi KUHAP tengah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat. Revisi itu akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP ini menuai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP, misalnya, berulang kali menyuarakan ketidakpuasan mereka soal RUU KUHAP. Koalisi menilai revisi KUHAP masih minim partisipasi publik, dilakukan secara tergesa-gesa, hingga masih memuat sejumlah pasal bermasalah.(Net)
Sumber, Tempo.co












