Seperti biasa para loyalis Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung membangun benteng demi melindungi manuver politiknya dari berbagai tuduhan miring. Maruarar Sirait (loyalis Jokowi) mengklaim Jokowi sebagai negarawan setelah makan siang bersama tiga bakal capres, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Loyalis Jokowi lainnya mengklaim makan siang tersebut menyejukkan bagi iklim politik yang mulai memanas. Bahkan ada loyalis Jokowi yang mengklaim makan siang tersebut sebagai bukti Jokowi netral. Meski putra sulung Jokowi maju sebagai bakal cawapres, loyalis Jokowi yakin bahwa Jokowi tidak akan berpihak dan pasti netral.
Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan yang harus netral terlalu kesusu menggelar makan siang bersama ketiga bakal capres. Sebab sebagai bakal capres, ketiganya belum pasti lolos menjadi capres. KPU saat ini sedang melakukan pemeriksaan dan penelitian seluruh berkas persyaratan ketiga bakal capres. Setelah seluruh persyaratan dipenuhi, maka KPU akan menetepakan ketiganya sebagai calon, lalu nomor urut peserta Pemilu diundi dan ditetapkan. Ketiganya sah sebagai capres setelah ditetapkan sebagai calon dan diberi nomor urut oleh KPU
Maka sebelum penetapan pasangan calon digelar, pergantian bakal capres atau cawapres masih dapat dilakukan seperti tercantum dalam beleid Peraturan KPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berdasarkan Pasal 23, jika bakal paslon tidak memenuhi syarat, KPU akan membuat berita acara verifikasi dokumen perbaikan. Bila tidak ada perbaikan dalam waktu tiga hari sejak dokumen diterima oleh partai atau koalisi pengusung, capres atau cawapres dinyatakan tidak memenuhi syarat mutlak.
Maka bakal capres Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan serta bakal cawapres Mahfud MD, Gibran Rakabuming Raka, dan Muhaimin Iskandar masih dapat berubah dan dapat diganti sebelum ditetapkan sebagai calon secara resmi oleh KPU. Sehingga pertemuan plus makan siang Jokowi dengan ketiga bakal capres kemarin, dan rencana pertemuan Ma’ruf Amin dengan ketiga bakal cawapres besok, Rabu (1/11/2023) hanya silaturahmi dan makan siang biasa. Tidak memengaruhi apapun, dan tidak dapat dimaknai sebagai wujud netralitas Jokowi pun dan negarawan.
Menakar Kualitas Kenegarawanan Jokowi
Sebagai kepala negara dan pemerintahan, Presiden Republik Indonesia harus netral. Demikian juga dengan pembantu presiden, para menteri dan kepala lembaga tidak boleh memihak kepada partai politik dan pasangan calon. Akan tetapi karena Jokowi memimpin koalisi gemuk Indonesia Maju, maka setiap hari kita saksikan akrobat politik cawe- cawe para menteri dengan latar belakang Ketum Parpol dan Ketum Relawan Jokowi. Mereka dengan restu Jokowi saat ini lebih banyak mengurusi kegiatan politik, daripada tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri. Mereka yang aktif menjadi tim sukses bakal capres/ cawapres Prabowo/ Gibran (putra sulung Jokowi), adalah para menteri seperti Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, Bahlil Lahadalia, Budi Arie Setiadi.
Para menteri tersebut sering memanfaatkan berbagai fasilitas negara berupa kantor, kendaraan, rumah dinas untuk pemenangan Prabowo- Gibran. Salah satunya saat Gibran safari politik, sowan ke Zulkifli Hasan di rumah dinas Menteri Perdagangan di Jalan Widya Chandra IV, Jakarta Selatan. Tentu materi pertemuan tidak terkait tingginya harga beras, namun pasti berkaitan dengan “restu” PAN kepada putra Jokowi untuk menjadi bakal cawapres. Begitu juga dengan pertemuan Jokowi dengan para menteri yang juga ketum Parpol koalisi pendukung putranya, baik sendiri- sendiri maupun bersama- sama di istana negara maupun istana merdeka pasti tidak hanya berkaitan dengan tugas menteri.
Maka makan siang bersama bakal capres kemarin, dan rencana makan siang bersama bakal cawapres besok sama sekali tidak berkaitan dengan netralitas pemerintahan yang dipimpin Jokowi- Ma’ruf Amin. Kegiatan tersebut hanya lip service dan upaya membangun citra netral, menghindari tuduhan bahwa Jokowi melakukan abuse of power demi memenangkan putranya. Makan siang tersebut juga tidak serta merta memberi label negarawan kepada Jokowi.
Sebab dalam KBBI, kata ne·ga·ra·wan n ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. Maka hanya pemimpin politik mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara yang layak disebut negarawan. Negarawan adalah pemimpin politik yang telah tuntas (selesai) dengan kepentingan diri sendiri, istri, anak, menantu, cucu, keluarga, dan kerabatnya.
Negarawan tidak memiliki vested of interest, tidak butuh puja puji, pun pernyataan setia dan tegak lurus dari pengikut dan loyalisnya. Negarawan adalah pemimpin yang berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab. Mundur atau berhenti saat gagal, tidak membiarkan anak buahnya bermanuver politik untuk menambah periode (3 periode) atau menunda Pemilu. Negarawan adalah orang yang berani memecat menteri yang menampar mukanya dengan bergerak mengusulkan penambahan periode atau penundaan Pemilu.
Jokowi (Tidak) Harus Netral
Sebagai warga negara dan insan politik, Jokowi memiliki hak politik dan bebas mengekspresikannya. Sebagai kader PDIP (KTA aktif, belum mundur atau dipecat), Jokowi dapat bergerak demi kepentingan politik PDIP. Sebagai orang tua dari bakal cawapres Gibran, Jokowi pun dapat dan harus berjuang untuk kemenangannya. Jokowi harus menggunakan hak pilih aktifnya sesuai kebutuhan dan kepentingan politik. Jokowi tidak harus netral, dan tidak boleh netral.
Namun Jokowi harus mengambil masa cuti saat kampanye untuk partainya (PDIP atau PSI?) atau saat berjuang demi kemenangan putranya. Jokowi juga dapat mengajak orang lain untuk memilih partai atau pasangan calon yang didukungnya. Akan tetapi sebagai kepala negara dan pemerintahan, Presiden Jokowi tidak dapat menggunakan dan menggerakkan alat negara, baik TNI, BIN, POLRI, BAIS, Pj. Gubernur/ Bupati/ Walikota dan ASN demi memenangkan partainya atau putranya. Presiden Jokowi juga tidak dapat menggunakan fasilitas negara baik istana, kendaaraan ( pesawat kepresidenan, mobil), termasuk program kegiatan pemerintah demi memenangkan partainya dan putranya.
Pemasangan gambar wajah Jokowi pada alat peraga kampanye dan bahan kampanye sejumlah partai politik dan bakal capres/ cawapres harus dihentikan. Termasuk yang telah dipasang dan dipajang di seluruh wilayah harus diturunkan. Pemanfaatan foto Jokowi dalam alat peraga dan bahan kampanye pasti berhubungan dengan posisi Jokowi sebagai presiden. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi yang mencapai 80% diyakini berpengaruh pada pilihan rakyat terhadap partai dan pasangan calon. Sehingga meski Jokowi sebagai anggota dan pemilik KTA PDIP, pada saat yang sama PSI, partai yang dipimpin putra bungsu Jokowi, mengklaim PSI sebagai partainya Jokowi, dan menjadi partai yang mensosialisasikan paham Jokowisme.
Kualitas demokrasi jelang Pemilu 2024 salah satunya akan ditentukan oleh netralitas pemerintahan Jokowi bersama seluruh alat dan perangkat negara. Jokowi akan layak disebut dan dikenang sebagai negarawan jika dan hanya jika Jokowi tidak abuse of power. Sepanjang istana negara dan istana merdeka digunakan untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, maka demokrasi akan semakin berkualitas.
Akan tetapi ketika istana cawe- cawe memenangkan partai dan calon tertentu, secara terbuka maupun tertutup, maka demokrasi berjalan mundur dan dapat memicu dan memacu pergolakan politik. Makan siang istana menjadi perlu dan penting saat ketiga pasangan bakal calon telah ditetapkan sebagai calon bersama seluruh pimpinan alat dan perangkat negara. Bersamaan dengan makan siang tersebut digelar deklarasi netralitas negara dalam pemilu 2024.
Sutrisno Pangaribuan, Kader PDIP dan Presidium GaMa Centre