Masyarakat Indonesia dipastikan terkecoh pasca beredarnya berita tentang sepuluh (10) nama Penjabat Gubernur yang telah ditetapkan. Berita tersebut belum dapat dijadikan sebagai informasi terkonfirmasi dan valid, sebab tidak disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). Sehingga sejumlah ucapan selamat yang disampaikan seharusnya ditarik kembali. Berita tersebut sengaja disebar untuk membentuk opini publik.
Salah satu bukti keraguan atas berita tersebut adalah adanya nama calon yang sudah pensiun (purnawiran) dan nama staf khusus (tidak memenuhi syarat), masuk dalam daftar nama sepuluh (10) Penjabat Gubernur. Untuk memberikan penjelasan kepada publik, perlu dijelaskan tahapan dan proses penetapan Penjabat (Pj) Gubernur sebagai berikut:
Pertama, bahwa Akhir Masa Jabatan (AMJ) sepuluh (10) Gubernur, pada Selasa (5/9/2023).
Kedua, bahwa Pilkada serentak dijadwalkan pada Rabu (27/11/2024).
Ketiga, bahwa untuk memimpin provinsi yang masa jabatan gubernurnya telah berakhir, akan diangkat penjabat gubernur dari aparatur sipil negara (ASN) aktif, sejak Selasa (5/9/2023) hingga gubernur hasil Pilkada serentak, Rabu (27/11/2024) dilantik.
Keempat, bahwa pengusulan tiga (3) nama calon Penjabat Gubernur dari DPRD kepada Mendagri paling lambat pada Rabu (9/8/2023).
Kelima, bahwa usulan calon Penjabat Gubernur akan disaring melalui dua (2) jalur yaitu, tiga (3) nama calon melalui usulan DPRD dan tiga (3) nama calon usulan kementerian/ lembaga Pemerintah Pusat. Sehingga akan diperoleh enam (6) nama yang akan diajukan sebagai calon Penjabat Gubernur.
Keenam, bahwa Kemendagri akan mengadakan pengecekan persyaratan (profiling) atas persyaratan calon Penjabat Gubernur. Persyaratan utama adalah, wajib ( harus) ASN Aktif dengan jabatan Eselon I (tidak termasuk staf khusus). Bagi aparat TNI dan Polri aktif wajib (harus) alih status dari aparat TNI dan Polri menjadi ASN.
Ketujuh, bahwa Aparat TNI dan Polri aktif yang tidak alih status kepegawaian menjadi ASN, tidak dapat diangkat menjadi Penjabat Gubernur sebab bertentangan dengan UU ASN, UU TNI, dan UU Polri.
Kedelapan, bahwa setelah tahapan profiling, Mendagri akan memilih tiga (3) nama calon, lalu dikirim ke Tim Penilai Akhir (TPA) yg dipimpin oleh Wakil Presiden dengan anggota Menseskab, Menpan RB, Kepala BIN, Kepala PPATK dan Mendagri.
Kesembilan, bahwa sebelum Keppres keputusan penetapan Penjabat Gubernu ditandatangani oleh Presiden, maka hasil TPA dapat berubah sesuai kebutuhan, terutama atas saran dan masukan BIN dan pandangan subjektif Presiden.
Berdasarkan tahapan dan proses tersebut, maka berita yang beredar belum final dan mengikat. Oleh karena itu perlu diberi catatan sebagai berikut:
Pertama, bahwa kebenaran atas sepuluh ( 10) nama Penjabat Gubernur baru dapat dipastikan jika Keputusan Presiden tentang pengangkatan dan penetapan Penjabat Gubernur telah disampaikan dan nama- nama tersebut dilantik oleh Mendagri.
Kedua, bahwa Mendagri tidak mengetahui nama- nama Penjabat Gubernur yang ditetapkan Presiden hingga Mendagri menerima salinan Keppres pengangkatan dan penetapan Penjabat Gubernur.
Ketiga, bahwa nama- nama tersebut sengaja disampaikan ke publik oleh oknum- oknum yang diduga sebagai makelar politik. Informasi tanpa menyebut dan mencantumkan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan dan Penetapan Penjabat Gubernur tidak dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang valid.
Keempat, bahwa penjabat Gubernur dari kalangan aparat TNI dan Polri harus masih aktif dan telah alih status kepegawaian dari aparat TNI dan Polri menjadi ASN, bukan pensiunan atau purnawirawan.
Kelima, bahwa publik harus mewaspadai informasi yang tidak valid yang sengaja dilempar untuk membangun opini publik, sehingga para makelar politik leluasa melakukan manuver politiknya.
Keenam, bahwa Penjabat Gubernur tidak harus sama dengan usulan DPRD.
Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)