Sidang Peredaran Liquid Vape Ilegal, Resiko Mati Mendadak Intai Pengguna

DETEKSI.co-Batam, Sidang lanjutan kasus peredaran liquid vape ilegal yang mengandung zat obat bius etomidate kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Rabu (19/11/2025).

Meski ahli dari BPOM Kepulauan Riau tidak hadir, keterangannya yang telah diambil sumpah tetap dibacakan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Tiwik, didampingi Douglas Napitupulu dan Andi Bayu.

Enam terdakwa dalam kasus itu, antara lain Alhyzia Dwi Putri, Muhammad Syafarul Iman, Muhammad Fahmi, Erik Mario Sihotang, Johan Sigalingging, dan Zaidell tampak mengangguk setuju ketika hakim menanyakan apakah mereka keberatan keterangan ahli dibacakan.

“Kami tidak keberatan, Yang Mulia,” ujar mereka serempak.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Gustirio kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan ahli BPOM Kepri, Tri Ratna Aji. Ahli menjelaskan bahwa tugas BPOM berkaitan dengan pengawasan obat dan makanan, baik obat bebas hingga obat keras dan narkotika, sesuai ketentuan UU Kesehatan.

Dalam keterangannya, Tri Ratna memastikan bahwa Liquid vape bukan merupakan sediaan farmasi. Namun karena mengandung etomidate, zat tersebut otomatis membuat cairan vape masuk kategori sediaan farmasi berisiko tinggi.

Ahli menjelaskan bahwa Etomidate adalah obat bius intravena kerja cepat yang biasanya digunakan untuk tindakan anestesi di bawah pengawasan ketat dokter.

“Penggunaan etomidate tanpa kontrol medis berpotensi menyebabkan kehilangan kesadaran mendadak, gangguan pernapasan, bahkan kematian. Untuk penggunaan jangka panjang, ia menambahkan, efeknya dapat merusak jaringan paru,” kata ahli dalam keterangan yang dibacakan JPU.

Ahli juga menegaskan bahwa etomidate termasuk obat keras, dan peredarannya hanya boleh melalui jalur resmi dengan izin edar. Tanpa izin, setiap orang yang mengedarkan atau memproduksi cairan mengandung etomidate dapat dijerat Pasal 106 dan pasal-pasal lain dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dalam dakwaannya, JPU mengurai jaringan peredaran liquid vape berbahaya itu yang disebut beroperasi sejak Mei 2025. Titik awalnya adalah pertemuan terdakwa Johan Sigalingging dengan seorang pria bernama Rasyid (DPO) di kawasan Harbourbay. Rasyid menawarkan pekerjaan memasukkan cairan rokok elektrik dari Malaysia ke Batam.

Jaringan itu lalu bertambah. Zaidell alias Zack mengatur pemasokan barang dari Malaysia. Sementara, Erik Mario Sihotang mengurus kelolosan koper berisi ribuan liquid vape di Pelabuhan Batam Center dan Syafarul, Putri, dan dua terdakwa lainnya berperan sebagai perantara distribusi lokal.

Pada 26 Juni 2025, kapal Sindo 7 dari Stulang Laut, Johor, tiba dengan satu koper yang disebut berisi 500 botol liquid vape. Namun pemeriksaan mendapati jumlah sebenarnya mencapai ribuan unit. Koper itu kemudian diserahkan kepada Zaidell di Apartemen Citra Plaza, Lubuk Baja. Erik Mario mengaku menerima upah Rp13 juta karena berhasil meloloskan koper tanpa pemeriksaan.

Kasus ini terbongkar setelah polisi melakukan penyamaran terhadap Syafarul di kawasan Redfox Greenland. Dari tangan Syafarul, polisi melacak jaringan hingga menangkap Putri, Zaidell, Fahmi, serta menyita 3.200 botol liquid vape dan cairan total 6,6 liter dalam ribuan cartridge pod.

Uji Laboratorium Forensik Polda Riau Nomor 2196/NNF/2025 memastikan seluruh sampel mengandung etomidate.

Keenam terdakwa kini dijerat dengan Pasal 435 UU No. 17/2023 tentang Kesehatan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait produksi dan peredaran sediaan farmasi tanpa izin. Subsider Pasal 150 UU Kesehatan, terkait peredaran rokok elektrik tanpa peringatan kesehatan.

Majelis hakim menetapkan sidang berikutnya digelar pekan depan dengan agenda mendengar keterangan saksi yang meringankan.

Persidangan ini menjadi sorotan karena membuka tabir peredaran gelap cairan vape yang bukan hanya ilegal, tapi juga mengandung zat yang bisa membuat penggunanya pingsan seketika, merusak paru, dan dalam kondisi ekstrem dapat merenggut nyawa. (Hendra S)