DETEKSI.co – Jakarta, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merevitalisasi atau membangun kembali Rumah Adat Nias (Omo Hada Nias) yang ada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang anggarannya bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Utara.
Proyek pembangunan rumah adat yang sudah mencapai 20% itu, pengerjaannya sudah dihentikan sementara karena adanya usulan masyarakat Nias di Jakarta untuk mengubah bentuknya menjadi rumah adat oval. Karena dinilai bentuk rumah adat yang sudah ada (varian rumah adat Nias Selatan) tidak mewakili rumah adat Kepulauan Nias.
Mendengar hal itu, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Peduli Nias (PPN) dengan tegas menolak perubahan atau penggantian model Rumah Adat Nias (Omo Hada) yang ada di TMII.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP PPN Evan Zebua, melalui keterangan tertulisnya yang diterima awak media pada Sabtu (9/9/2023).
“PPN dengan tegas menolak perubahan atau penggantian model Omo Hada Nias yang ada di TMII yang telah dirancang dan diputuskan oleh Pemprov Sumut sejak 3 tahun lalu bahkan pembangunannya sudah mencapai 20%”, katanya.
Ketua Umum DPP PPN itu juga mendesak Pemprov Sumut termasuk Badan Penghubung Provinsi Sumut di Jakarta agar bersikap adil dalam meminta dan menerima aspirasi masyarakat dengan memberikan ruang bagi seluruh elemen masyarakat Kepulauan Nias. Tidak hanya menerima dari satu pihak yang mengklaim representasi seluruh masyarakat Nias.
Selain itu, Evan mengajak seluruh masyarakat Nias untuk membiasakan fokus pada kesatuan Nias kita (fahasambua fa’a’ononihasa) yang berarti keunikan di satu bagian Nias merupakan keunikan dan kekayaan bersama seluruh masyarakat Nias.
Jadi, sebuah keunikan tidak perlu diadu dan dipertentangkan dengan keunikan lainnya di bagian Nias yang lain. Setiap keunikan di setiap bagian Nias adalah kekayaan kita bersama sebagai masyarakat Nias, bukan untuk diadu dan pertentangkan.
Harus diakui, dalam banyak hal, terutama dan melalui pariwisata, Kepulauan Nias itu dikenal dunia, tak cuma di Indonesia, melalui berbagai keunikan budaya dan alam di wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan sekarang. Tetapi, selama ini masyarakat Nias Selatan tidak pernah melihat hal itu sebagai keunggulan eksklusif yang tidak boleh diklaim atau dipakai sebagai identitas dan keunikan seluruh Kepulauan Nias.
Lanjut Evan, ia menuturkan apabila pola pikir para pengusul penggantian Omo Hada varian Nias Selatan itu di TMII dengan alasan tidak merepresentasi seluruh Kepulauan Nias, maka akan menjebak masyarakat Nias pada pengkotak-kotakkan. Masyarakat Nias Selatan bisa menuntut agar seluruh identitas dan kekhasan Nias Selatan tidak boleh diklaim dan digunakan oleh kelompok masyarakat Nias lainnya di luar Nias Selatan.
Kemudian akan berkembang menjadi sikap saling mengklaim dan menegaskan keunikannya sendiri sehingga masyarakat akan terpecah-belah dan tidak lagi melihat Nias sebagai satu kesatuan.
Evan menambahkan bahwa apabila ada yang merasa perlu adanya representasi rumah adat berbentuk oval khas Nias bagian Utara (selain Nias Selatan), maka usulan paling bijaksana adalah membangun rumah oval juga di TMII sejauh lahan tersedia di anjungan Provinsi Sumatera Utara.
“Bukan malah mengusulkan penggantian dimana penggantinya sendiri menurut logika para pengusul itu juga tidak merepresentasi seluruh Kepulauan Nias dan berpotensi ditolak oleh kelompok masyarakat Nias lainnya yang tidak merasa terwakili”, pungkasnya. (HL)