DETEKSI.co-Batam, Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus penyelundupan 327 unit iPhone dari Batam ke Jakarta. Salah satu terdakwa, Hendriko, mengaku menerima puluhan unit ponsel mewah dari oknum Polisi Militer Angkatan Udara (POMAU) yang bertugas di Bandara Hang Nadim.
Pengakuan tersebut disampaikan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (29/10/2025), yang dipimpin Hakim Tiwik dengan anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putra. Sidang menghadirkan tiga terdakwa: Agus Riyadi, Mutabik Hasanuddin, dan Hendriko, yang saling membeberkan peran masing-masing dalam jaringan penyelundupan lintas kota itu.
“Pemilik 300 unit iPhone itu orang Jakarta bernama Viki. Sedangkan 27 unit lainnya milik oknum POMAU berinisial C,” ujar Hendriko dengan suara pelan di hadapan majelis hakim.
Hendriko mengaku mengenal C saat bekerja sebagai sopir taksi daring. Pertemuan terjadi di sekitar Masjid Tanjak, dan dari situ, C menawarkan pekerjaan mengantarkan iPhone ke Jakarta dengan imbalan menggiurkan.
“Saya dijanjikan Rp 15 ribu per unit, tiket pesawat juga ditanggung. Saya terima 27 unit iPhone dari C di Bundaran SMK 3 Batam,” jelas Hendriko.
Keterangan Hendriko memunculkan dugaan kuat adanya keterlibatan oknum militer dalam jaringan penyelundupan yang beroperasi melalui jalur udara Bandara Hang Nadim.
Dalam sidang yang sama, terdakwa Agus Riyadi –petugas keamanan (Avsec) Bandara Hang Nadim– juga mengakui berperan sebagai penghubung antara Mutabik Hasanuddin dan petugas Avsec lain bernama Muhammad Effendi. “Mutabik menghubungi saya, bilang ada 300 unit iPhone yang mau dikirim ke Jakarta. Saya koordinasikan dengan Effendi. Dia bilang, oke bisa, way,” ungkap Agus di hadapan hakim.
Dari hasil penyelidikan, barang-barang tersebut dikemas menggunakan rompi khusus (popper) yang dipakai di tubuh kurir agar lolos dari pemeriksaan sinar X. Setiap pengiriman membawa sekitar 60 unit ponsel, dan jaringan ini disebut sudah dua kali berhasil meloloskan barang sebelum akhirnya tertangkap.
Skema penyelundupan ini melibatkan jejaring lintas negara. Barang dikirim dari Singapura oleh seseorang bernama Pante, lalu diteruskan ke Viki di Jakarta sebagai penerima akhir.
Pembagian keuntungan pun terstruktur. Mutabik mendapat Rp 50 ribu per unit, sementara Hendriko dan Agus masing-masing memperoleh Rp 10 ribu. Sisanya digunakan untuk biaya transportasi dan tiket penerbangan.
“Uang itu saya pakai untuk biaya kuliah anak,” tutur Agus lirih.
Majelis hakim sempat menegaskan kembali pengakuan Hendriko tentang keterlibatan oknum TNI AU. “Apakah kamu yakin C itu anggota TNI AU?” tanya hakim Andi Bayu.
“Dia sendiri yang bilang begitu,” jawab Hendriko.
Kasus penyelundupan iPhone dari Batam ke Jakarta ini membuka tabir kolusi antara oknum keamanan bandara dan aparat militer yang memanfaatkan celah pengawasan di kawasan bebas pajak.
Majelis hakim menunda sidang untuk memanggil saksi tambahan, termasuk petugas Avsec Muhammad Effendi, yang diduga memberikan akses langsung ke jalur keberangkatan.
Jika dugaan keterlibatan aparat militer terbukti, kasus ini bukan sekadar penyelundupan ponsel ilegal, tetapi juga mencerminkan penyalahgunaan kewenangan dan integritas di lingkungan pengamanan bandara. (Hendra S)













