Sidang Dugaan Perusakan Listrik di Baloi Kolam, Saksi Sebut Anak Tak Bisa Belajar Akibat Pemutusan

Oplus_0

DETEKSI.co-Batam, Pengadilan Negeri (PN) Batam kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan perusakan jaringan listrik di kawasan Ruli Baloi Kolam dengan dua terdakwa, Galbert Welen Tampubolon dan Supanda Sihombing alias Sibolis, Kamis (7/8/2025). Sidang kali ini menghadirkan Jonas Hutabarat, salah satu warga terdampak, sebagai saksi.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Yuanne dengan anggota Rinaldi dan Feri Irawan, Jonas mengungkapkan rumahnya mengalami pemutusan aliran listrik secara sepihak oleh kedua terdakwa. Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu, 6 April 2025, sekitar pukul 15.30 WIB.

“Tiba-tiba listrik rumah saya diputus. Anak saya tidak bisa belajar selama dua minggu karena rumah gelap,” ujar Jonas, dengan suara bergetar di ruang sidang.

Jonas, yang tinggal di RT03, Ruli Baloi Kolam, menyebut wilayah tersebut kini telah dikuasai oleh PT Alfinky Multi Berkat, perusahaan yang menurutnya memiliki dokumen pelepasan lahan resmi. Ia adalah satu dari sekitar 180 warga RT03 dan RT10 yang menerima kompensasi berupa sagu hati sebesar Rp35 juta untuk meninggalkan lahan.

“Saya tahu diri. Itu bukan lahan saya, jadi saya terima sagu hati. Tapi pemutusan listrik ini saya sesalkan, bukan soal saya, tapi soal hak anak saya,” tegasnya.

Namun, keputusan sebagian warga untuk menerima kompensasi ditolak oleh kelompok lain, termasuk terdakwa yang tergabung dalam Forum Baloi Kolam Bersatu (FBKB). Mereka menilai penerimaan dana sebagai bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan warga mempertahankan lahan.

Menurut Jonas, Galbert memanjat kursi dan memotong kabel listrik rumahnya dengan gunting, sementara Supanda membantu. Aksi tersebut bahkan sempat direkam oleh keluarga Jonas sebagai bukti.

Jaksa Penuntut Umum, Arfian, dalam persidangan menyatakan bahwa tindakan para terdakwa tidak sekadar merusak kabel listrik, tetapi juga melanggar hak dasar warga atas penerangan dan kenyamanan hidup. “Ini bukan cuma soal kabel, tapi soal hak dasar warga. Mereka bukan hanya memutus kabel, mereka memutus hak orang untuk hidup layak,” ujar Jaksa Arfian.

Ia juga menegaskan listrik yang digunakan warga bersumber dari Koperasi Perjuangan Rakyat, yang sah secara hukum dan memiliki sistem pembayaran resmi. Artinya, fasilitas listrik tersebut legal, bernilai ekonomis, dan memiliki aspek sosial yang penting bagi warga.

“Perbuatan terdakwa memenuhi unsur kekerasan terhadap barang dan perusakan milik orang lain yang sah,” tegas Arfian.

Atas tindakan tersebut, jaksa menjerat kedua terdakwa dengan dua pasal alternatif, yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang kekerasan terhadap barang secara bersama-sama, dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. (Hendra S)