DETEKSI.co-Medan, Proses eksekusi lahan seluas 17 hektar di Jalan Aluminium I, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kamis (17/7/2025), mendadak dibatalkan. Aparat pengamanan gabungan membubarkan diri karena menilai pembacaan objek eksekusi tidak sesuai dengan surat perintah yang ada.
Sesuai informasi di lapangan, aparat gabungan seharusnya hanya mengamankan eksekusi terhadap 10 unit gudang pengangkutan. Namun, pembacaan eksekusi justru mencakup lahan seluas 17 hektar, yang sebagian besar dihuni warga sejak puluhan tahun lalu. Ketidaksesuaian tersebut menimbulkan kebingungan hingga aparat pengamanan membubarkan barisan.
“Kalau begini ceritanya, kami bubarkan pengamanan. Yang dibacakan bukan objek 10 gudang, tetapi lahan 17 hektar. Kami hanya ditugaskan mengamankan eksekusi untuk 10 gudang,” ungkap salah satu aparat keamanan di lokasi eksekusi.
Senada dengan hal itu, Plt. Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Wahyudi Rahman memberikan penjelasan kepada masyarakat agar tetap tenang.
“Kami hanya mengamankan eksekusi terhadap 10 gudang, bukan terhadap rumah-rumah masyarakat di Lingkungan 16, 17, dan 20. Jadi, tidak ada penggusuran terhadap warga,” tegasnya singkat.
Namun, dugaan adanya cacat hukum dalam proses eksekusi ini semakin menguat karena pihak Penggugat yang bermarga Parinduri, serta pihak Pengadilan Negeri Medan, enggan memberikan keterangan kepada awak media. Saat dikonfirmasi, mereka hanya mengatakan, “Maaf,” dan menolak diwawancarai lebih lanjut.
Situasi tersebut menimbulkan dugaan adanya praktik mafia tanah yang meresahkan. Tokoh masyarakat setempat pun angkat bicara.
“Sejak tahun 1942, kakek dan nenek saya sudah tinggal di Tanjung Mulia ini, termasuk di Lingkungan 16, 17, dan 20. Nenek saya adalah pahlawan perjuangan kemerdekaan yang dulu ikut merawat tentara Kompi Kapten Legiman. Kami punya sejarah panjang di sini. Tiba-tiba ada orang bermarga Parinduri mengklaim tanah ini, itu tidak masuk akal,” ungkap seorang tokoh masyarakat berusia 70 tahun dengan nada geram.
Ia juga menambahkan bahwa di kawasan tersebut terdapat situs sejarah perjuangan kemerdekaan yang harusnya dilindungi, bukan justru diklaim secara sepihak.
Pantauan media menunjukkan tidak adanya penjelasan dari pihak penggugat maupun pengadilan, yang semakin memperkuat kecurigaan adanya praktik mafia tanah. Warga meminta pemerintah dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk mengusut tuntas dan menangkap pelaku yang meresahkan kehidupan masyarakat.(Boim)