DETEKSI.co-Batam, Setelah berbulan-bulan terjebak dalam lingkaran penyiksaan, langkah hukum kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa seorang perempuan bernama Intan akhirnya memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam menyatakan berkas perkara dengan tersangka Roslina dan Merliyati Louru Peda lengkap atau P-21.
“Setelah diteliti, pada 18 September lalu kami menyatakan berkas perkara dugaan KDRT dengan tersangka Roslina dan Merliyati Louru Peda dinyatakan lengkap,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, Kamis (25/9/2025).
Sebelumnya, berkas tersebut sempat bolak-balik dikembalikan (P-19) ke penyidik Satuan Reserse Kriminal Polresta Barelang karena belum memenuhi syarat formil dan materil. Setelah dilengkapi sesuai petunjuk jaksa peneliti, penyidik kembali menyerahkan berkas hingga dinyatakan rampung.
Tahap selanjutnya, menurut Priandi, adalah pelimpahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. “Rencananya minggu ini kami akan melaksanakan tahap dua. Setelah itu status penahanan akan beralih ke kejaksaan,” ujarnya.
Kisah Pahit di Balik Pintu Terkunci
Kasus ini menarik perhatian publik Batam karena mengungkap kisah penyiksaan panjang yang dialami Intan sejak Desember 2024. Dugaan kekerasan dimulai ketika Roslina, majikannya, kerap melampiaskan amarah dengan memukul dan menendang korban. Pada Mei 2025, Merliyati ikut memperparah penderitaan itu.
Alasan kemarahan pelaku sering kali sepele: lupa menutup kandang anjing, ketiduran, hingga terlambat membuang sampah. Namun hukuman yang diterima Intan sama sekali tidak sepele. Ia dipukul, kepalanya dibenturkan ke dinding, disiram air pel, bahkan ditempeli kotoran hewan di wajah. Ia juga dipaksa menelan nasi basi, tidur di lantai atau kamar mandi, dan terus dihina dengan kata-kata kasar.
Telepon genggam korban disita, pintu rumah dikunci, dan kamera CCTV dipasang untuk mengawasi setiap gerak-geriknya. Ancaman penjara bagi dirinya maupun kakaknya membuat Intan memilih bungkam. Selama berbulan-bulan ia hidup layaknya tawanan di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan.
Visum dokter Reza Priatna dari RS Elisabeth Batam memperkuat kesaksian korban. Laporan medis bertanggal 23 Juni 2025 mencatat adanya memar, luka lecet, bibir robek, hingga anemia akibat benturan benda tumpul. “Kondisi korban tidak memungkinkan untuk bekerja,” tulis laporan itu.
Priandi menegaskan proses bolak-balik berkas perkara justru menunjukkan kehati-hatian jaksa agar kasus ini tidak berhenti di atas kertas. “Kasus ini adalah alarm keras. Ruang privat sering kali jadi ruang paling gelap bagi kekerasan,” tegasnya.
Ia menambahkan, kejaksaan segera menyiapkan dokumen untuk melimpahkan perkara ke pengadilan. “Setelah tahap dua, kami akan segera melimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” pungkasnya.
Kini publik menunggu bagaimana majelis hakim menguji fakta penyiksaan tersebut di persidangan. Bagi Intan, ruang sidang barangkali menjadi satu-satunya pintu menuju keadilan setelah berbulan-bulan hidup dalam teror di rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman. (Hendra S)











