Karena Sekedar Sopan dan Mengaku, Vonis Ringan untuk Kendri Wahyudi Dianggap Abaikan Fakta

Oplus_0

DETEKSI.co-Batam, Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam terhadap Kendri Wahyudi, terdakwa utama kasus penyelundupan ratusan unit iPhone bekas, menuai sorotan tajam.

Meski terbukti menjadi dalang utama dalam enam kali aksi penyelundupan, Kendri hanya dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, vonis yang bahkan lebih ringan dari kurirnya, Yeyen Tumina, yang sebelumnya divonis 2 tahun 6 bulan.

Putusan ini dinilai janggal oleh kalangan praktisi hukum. Salah satu di antaranya, yang enggan disebutkan namanya, mempertanyakan logika putusan tersebut. “Sulit diterima akal sehat, otak penyelundupan hanya dihukum 1,5 tahun, sementara pelaksana lapangannya dihukum lebih berat. Kalau begini, apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan hakim?” ujar praktisi hukum tersebut, Jumat (25/7/2025).

Vonis terhadap Kendri dibacakan dalam perkara Nomor 370/Pid.B/2025/PN Btm oleh majelis hakim yang dipimpin Tiwik dengan anggota Douglas RP Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putera Syadli. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Kendri bersalah melanggar Pasal 102 huruf f Undang-Undang Kepabeanan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun, hukuman diringankan karena terdakwa dinilai bersikap sopan dan mengakui perbuatannya.

“Kalau cuma karena sopan dan mengaku, kurir juga mestinya dapat keringanan. Tapi kenyataannya justru sebaliknya. Ini ada yang aneh,” imbuh sumber yang juga seorang pengacara.

Dalam dokumen persidangan terungkap, Kendri diduga enam kali menyelundupkan iPhone XR dari kawasan bebas Batam ke Jakarta antara akhir November hingga 29 Desember 2024. Modusnya melibatkan seorang anggota protokoler militer, Norman Wageanto, yang membawa ponsel ke area boarding Bandara Hang Nadim tanpa melalui X-ray. Di sana, ponsel-ponsel tersebut disimpan dalam koper milik Yeyen Tumina, lalu diterbangkan menggunakan penerbangan komersial.

Aksi terakhir mereka terbongkar pada 29 Desember 2024, saat petugas Bea Cukai mencurigai koper kosong yang dibawa Yeyen. Pemeriksaan lanjutan menemukan 100 unit iPhone XR tanpa dokumen resmi. Kendri sempat buron dan baru berhasil ditangkap pada 13 Maret 2025.

Akibat penyelundupan ini, negara ditaksir menanggung potensi kerugian sebesar Rp 99,3 juta. Seluruh barang bukti dimusnahkan, dan sebagian dokumen perjalanan disita. Namun, KTP dan paspor atas nama Kendri dikembalikan kepada terdakwa.

“Yang bikin publik geleng-geleng kepala, dia cuma sekali tertangkap dari enam kali penyelundupan. Itu pun sudah sempat jadi buronan. Tapi hukumannya malah ringan,” tambah sumber tersebut.

Vonis ringan ini memunculkan dugaan adanya intervensi dari pihak luar. Praktisi hukum itu menyebut kemungkinan keterlibatan pihak eksternal berinisial ‘A’, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya makelar kasus (Markus) yang ikut bermain. “Batam ini rawan penyelundupan. Kalau vonis seperti ini terus dibiarkan, lama-lama jadi preseden buruk. Penegakan hukum kehilangan wibawa,” tegasnya.

Publik pun kini bertanya: apa dasar pertimbangan hakim meringankan hukuman otak penyelundupan hanya karena sikap sopan dan pengakuan? Apakah faktor-faktor itu cukup kuat untuk mengesampingkan fakta peran utama terdakwa dalam aksi penyelundupan sistematis?

Vonis ini menambah panjang daftar putusan kontroversial dalam perkara penyelundupan dari Batam, daerah yang selama ini dikenal sebagai zona merah perlintasan barang ilegal. (Hendra S)