DETEKSI.co – Jakarta, Isu penundaan kontestasi lima tahunan dan perpanjangan masa jabatan presiden belakangan ini ramai menjadi bola panas yang dilemparkan oleh segelintir elit di lingkungan parlemen.
Ketua SETARA Institute Hendardi menegaskan, apapun alasan penundaan Pemilu itu adalah bentuk pembangkangan terhadap Pasal 22E ayat (1) Konstitusi. Apabila stabilitas ekonomi dijadikan dalil utama penundaan pemilu, seolah pemerintah lupa bahwa pemindahan ibu kota negara justru dilakukan begitu saja di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu, Hendardi mengingatkan elit politik di lingkungan parlemen maupun istana untuk tidak membuat kegaduhan dengan usulan perubahan rencana ketatanegaraan yang tak berlandaskan urgensi yang nyata.
“Usulan penundaan pemilu merupakan aspirasi para pengusaha dengan dalil perlunya waktu untuk memulihkan stabilitas ekonomi nasional akibat pandemi,” ujar Hendardi dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Hendardi kembali mengingatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan pengusaha. Rakyat yang dimaksud konstitusi tentulah seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir kelompok saja, apalagi golongan elit pengusaha.
Menurut dia, beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya seharusnya menjadi refleksi betapa negara seolah acapkali disetir oleh kelompok tertentu, dan negara menjadi alat pemuas kepentingan kelompok tertentu dengan mengabaikan pemenuhan hak-hak rakyat, mulai dari Undang-Undang Minerba, Cipta Kerja hingga pemindahan Ibu Kota Negara.
“Harusnya negara berefleksi betapa terlalu gegabahnya pemerintah selama ini dalam mengambil sikap tanpa memperhatikan hak-hak rakyat. Negara Indonesia seharusnya dijalankan dari, untuk, dan oleh rakyat, bukan dari, untuk, dan oleh pengusaha semata,” tegasnya.
Lagi, SETARA mengingatkan bahwa pemilu tidak hanya sebagai kontestasi penyaluran suara rakyat semata, namun juga sebagai momentum regenerasi aktor-aktor politik negara. Terlebih, rezim Presiden saat ini telah memasuki pada dua tahun periode kepemimpinannya.
“Jangan sampai singgasana Presiden terus melanggeng hingga melebihi 10 tahun lamanya. Selain tidak sesuai dengan desain konstitusional negara, fenomena tersebut juga akan semakin membuka celah terjadinya “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”, yaitu kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak benar-benar korup,” pungkas Hendardi.
Sebelumnya, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden belakangan ini ramai menjadi perdebatan di ruang publik. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang pertama kali mengembuskan isu penundaan Pemilu 2024. Selanjutnya dihembuskan oleh Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Sementara PDI Perjuangan, Gerindra, NasDem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden. (Edo)