Konflik TPL, Tim Investigasi GMKI & Tim Independen Sumut Berbeda Pandang

Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

DETEKSI.co – Medan, Sesuai hasil temuan Tim Independen bentukan Gubernur Sumatera Utara melalui rilis resminya pada Sabtu (5/6/2021) lalu menyampaikan, hasil temuan mengenai sengketa klaim tanah adat di Desa Natumingka, kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Dalam temuan tersebut, Hasudungan Butar Butar dan Rickson Simarmata yang mewakili tim independen pada rilisnya menyatakan bahwa lokasi bentrok berada di dalam lokasi HTI PT Toba Pulp Lestari Tbk dan bukan di wilayah Desa Natumingka.

“Dari wawancara mendalam Tim Independen kepada beberapa anggota masyarakat, diketahui bahwa masyarakat di daerah tersebut membutuhkan perluasan lahan pertanian. Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak harapan masyarakat mengenai Tanah Adat semakin besar. Dorongan semakin besar setelah ada pihak ketiga yang bisa saja punya agenda kepentingan lain dalam masalah ini,” tulis tim independen dalam keterangan resminya, Sabtu (5/6/2021) lalu.

Tim Independen menyatakan untuk mendapatkan tanah dengan status tanah adat agar mengikuti beberapa tahapan sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Sementara itu terkait dengan legalitas pengelolaan hutan, Tim Independen menyatakan bahwa wilayah hutan yang dikelola TPL sudah sesuai dengan ketetapan pemerintah.

“Legalitas PT Toba Pulp Lestari,Tbk sebagai perusahaan pengelola hutan tanaman industri dengan penanaman Eucalyptus didasarkan pada SK Menhut No.236/Kpts-IV/1984 dan SK No.493/Kpts-II/1992 jo. SK No.307/MENLHK/SETJEN/HPL.0/7/2020 tanggal 28 Juli 2020 dengan status Hutan Produksi,” ungkap Tim Independen.

Atas munculnya klaim tanah adat tersebut, Tin Independen meminta agar TPL memperkuat komunikasi dan memaksimalkan penyaluran CSR kepada masyarakat sekitar.

“Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan akses untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi mereka dengan bermitra dengan perusahaan,” tulis tim independen.

Sementara menurut PP GMKI (dikutip dari Media Mudanews.com.). Menyikapi persoalan PT. TPL (Toba Pulp Lestari), Pengurus Pusat GMKI yang di wakili oleh Timoteus Lubis selaku Sekretaris Fungsi Bidang Masyarakat, telah melakukan investigasi langsung ke lokasi masyarakat yang terdampak.

“Dua minggu lalu, saya baru saja pulang dari Sumatera Utara untuk melihat langsung persoalan PT TPL, dan saya melihat salah satu faktanya bahwa ada banyak persoalan disana, salah satunya adalah konflik antar masyarakat adat Desa Natumingka Kecamatan Borbor Kabupaten Toba dengan PT TPL Mei 2021 lalu mengakibatkan setidaknya 12 korban luka dari pihak masyarakat adat Natumingka dan kriminalisasi masyarakat adat yang melakukan perlawanan,” terang Timoteus Lubis dalam pers rilisnya kepada mudanews.com, Minggu (4/7/2021).

PT TPL sebelumnya bernama PT IIU (Inti Indorayon Utama) berdiri pada tahun 1983 diduga telah merusak lingkungan hidup di sekitar Danau Toba. PT TPL memiliki konsesi lahan 185 ribu Hektare yang terdapat di 11 kabupaten. Perambahan hutan yang dilakukan oleh pihak PT TPL dengan menanam tanaman Eucalyptus dinilai merusak sumber air bagi masyarakat khususnya para petani dan juga merusak hutan kemenyan sumber mata pencaharian masyarakat.

PP (Pengurus Pusat) GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) melalui Ketua Umum Jefri Edi Irawan Gultom menyayangkan kejadian kekerasan yang mengakibatkan masyarakat menjadi korban. Menurut Jefri Gultom bahwa keberadaan PT TPL banyak menyakiti bahkan melukai masyarakat adat dan juga menyoal kelestarian lingkungan hidup di sekitar Danau Toba.

“Saya teringat dengan perkataan seorang sosiolog Johan Galtung yang mengatakan Pembangunan yang melahirkan konflik tidak dapat disebut sebagai pembangunan Pembangunan adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial,” sambungnya.

“Dengan memperhatikan buah yang dilahirkan PT TPL adalah konflik dan kerusakan, maka saya menilai kehadiran PT. TPL tidak untuk pembangunan masyarakat sekitar atau pemerintah daerah,” tegas Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia itu.

Solusi yang diberikan oleh PP GMKI terhadap penutupan TPL adalah tanah masyarakat adat dikembalikan, karyawan harus mendapatkan pesangon yang layak, jika soal PAD dan pajak untuk negara dapat dicari melalui yang lain, tidak harus dari PT.TPL.

“Oleh karena itu, dengan tegas saya katakan PT TPL sudah saatnya tutup permanen karena itulah solusi terbaik, dengan itu kita sedang menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar Danau Toba dan menghindarkan masyarakat dari korban kekerasan dan korban bencana akibat aktivitas PT TPL, kami selaku gerakan mahasiswa dengan jelas memberikan sikap sekaligus solusi,” ucap Jefri Gultom.

Disisi lain sesuai kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas dengan tujuan menjadi wisata kelas Internasional. Untuk mewujudkan hal tersebut maka alam sekitar Danau Toba juga harus terus dijaga dan dibenahi untuk menambah daya Tarik Danau Toba sebagai destinasi wisata Internasional. Kelestarian alam Danau Toba terus mengalami penurunan kualitas, hal tersebut ditandai dengan debit air danau yang terus berkurang dikarenakan hutan yang menjadi hulu air Danau Toba diduga telah rusak.

PP GMKI berkeyakinan bila potensi wisata Danau Toba dapat dimaksimalkan dengan melestarikan lingkungan sekitar Danau Toba lebih memajukan ekonomi masyarakat dibanding mempertahankan keberadaan PT. TPL.

“Bukti keseriusan kami menyikapi hal ini, saya selaku Ketua Umum GMKI menginstruksikan seluruh cabang GMKI se-Sumatera Utara untuk bergerak bersama masyarakat terdampak dalam memperjuangkan Gerakan tutup TPL, dan kami PP GMKI akan suarakan ditingkat pemerintah pusat,” tutup Jefri. (sby)