Operasional TPL, Walhi Prihatin Dengan Ancaman Ekologis Bentangan Alam Tele

Share on facebook
Share on twitter
Share on email
Share on whatsapp
Share on telegram

DETEKSI.co – Medan, Karena dianggap kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL) membawa dampak, baik lingkungan ataupun adat setempat, maka lembaga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) mendesak pemerintah mengambil langkah tegas terhadap perusaahaan bubur kertas tersebut.

(Dikutip dari SuaraSumut.id) Jumat (2/7/2021), Doni Latuparisa, Direktur Eksekutif Walhi Sumut mengatakan, sejak masih bernama PT Inti Indorayon Utama, kehadiran perusahaan itu telah menimbulkan masalah sosial yang kompleks. Seperti perampasan tanah di Desa Sugapa, pencemaran udara, pencemaran air, hingga perambahan hutan.

Lebih jauh doni mengatakan ” dengan total luas izin konsesi yang diberikan kepada PT TPL ini akan menjadi ancaman. Tidak hanya perampasan ruang hidup masyarakat, ancaman bencana ekologis sewaktu-waktu bisa saja terjadi dan laju deforestase kawasan hutan yang sangat masif dilakukan, akan menghasilkan dampak multidimensi yang berkepanjangan,” kata Doni.

Walhi prihatin dengan ancaman fungsi ekologis diantaranya adalah kondisi Bentang Alam Tele dan Lanskap.

Doni mengungkapkan Bentang Tele, merupakan kawasan hutan terakhir yang masih memungkinkan untuk di selamatkan. Hal itu penting dilakukan untuk memastikan keberlanjutan stabilitas iklim dan debit air Danau Toba. Desa-desa yang ada di lembah Samosir menggantungkan hidup dari kelestarian hutan karena menjadi sumber pengairan sawah dan kebutuhan air bersih. Kerusakan hutan Tele berpotensi menimbulkan longsor di sepanjang tebing dimana warga hidup dan berpenghidupan.

“Saat ini Bentang Tele sedang menghadapi ancaman oleh PT TPL. Kurang lebih ada 68 ribu hektar konsesi perusahaan tersebut hadir di Bentang Tele,” ungkap doni.

PT TPL juga diduga melakukan pelanggaran yang merugikan negara. Hal itu berdasarkan artikel hasil investigasi sejumlah media yang tergabung dalam Indonesialeaks, yang mengungkap adanya transaksi fiktif sebuah perusahaan pulp and paper. Artikel tersebut dimuat dalam majalah tempo pada Februari 2020 lalu.

Diketahui, PT Toba Pulp Lestari sampai saat ini memiliki konsesi seluas 269.060 hektar yang tersebar di 11 Kabupaten.

Perusahaan ini mengantongi izin SK MENHUT No. SK.493/Kpts/II/1992 dengan periode izin mulai tanggal 1 Juni 1992 hingga 31 Mei 2035 (43tahun). Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak tindakan anarkis yang dilakukan oleh pihak PT TPL kepada masyarakat setempat.

“Pertama tahun 2019 di Siaphoras yang berujung pada pidana. Kemudian yang terakhir di Natumingka berujung pada luka-luka akibat bentrokan antara pihak keamanan perusahaan dengan masyarakat adat,” ucap doni.

“Nah, harusnya negara ketika ini sudah terjadi, ketika ini kerugian yang disebabkan perusahaan harusnya negara juga bijak dan segera mengevaluasi izin dari yang diberikan oleh perusahaan ini,” pungkas doni.

Hal senada juga di sampaikan oleh P Sinaga warga Tele kepada awak media via phone 0812 9774 XXXX pada Senin (12/7/2021), ia menyampaikan surutnya permukaan air danau toba merupakan salah satu andilnya PT TPL. Bahkan sumber mata air sebagai sarana usaha pertanian sudah mulai mengecil dibetnya.

” warga di sini sudah mulai kewalahan dalam mendapatkan stok air yang cukup untuk usaha bercocok tanam. Hal ini dikarenakan sumber air di ujung hulu sana sudah mulai mengecil dibetnya. Tidak seperti tahun tahun sebelumnya masihlah bisa di pada padahi, kami kurang tau pasti apakah masih bisa bertahan sumber air di hulu sebagai stok air untuk bercocok tanam. Sepertinya hingga sekarang malah belum terlihat regenerasi tanaman sebagai sumber serapan air, ini saja tidak ada perhatian dari TPL. Sebaiknya dalam persoalan ini pemerintah harus tanggap dan cepat untuk mengambil tindakan” pungkasnya. (sby).