Jadi Perantara Pengiriman Ekstasi dari Dumai ke Batam, Anggota Polisi Polda Riau Dituntut 4 Tahun Penjara

DETEKSI.co-Batam, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman empat tahun penjara terhadap anggota polisi aktif Polda Riau, Chelvin Aditya Abastin alias Kevin, yang diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkotika jenis ekstasi lintas provinsi.

Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, Kamis (31/7/2025).

Chelvin didakwa bersama dua terdakwa lain, yakni Muhammad Ridho dan Firzya Odira, atas dugaan perannya sebagai perantara dalam distribusi ratusan butir ekstasi dari Dumai ke Batam.

Jaksa Gustrio menyatakan ketiganya terbukti bersalah melanggar Pasal 112 ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain pidana penjara, mereka juga dituntut membayar denda sebesar Rp 4,85 miliar subsider enam bulan kurungan.

“Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai bagian dari jaringan permufakatan jahat dalam peredaran narkotika,” kata Jaksa Gustrio dalam persidangan.

Perkara ini berawal pada akhir 2024, ketika terdakwa Chelvin dihubungi oleh seseorang bernama Irvan untuk mencarikan ekstasi. Chelvin lalu mengontak terdakwa Muhammad Ridho, yang menghubungkan kepada seorang kurir bernama Irul Dumai Pro.

Dalam transaksi yang berlangsung pada Januari 2025, sebanyak 300 butir ekstasi merk Rolex diserahkan oleh Irul kepada Chelvin di Masjid Hasan Basri, Dumai. Chelvin kemudian menyerahkannya kepada Irvan di Wisma Cemara.

Sebagian ekstasi tersebut dititipkan Irvan kepada seorang anggota marinir aktif bernama Ebit Sahputra untuk dijual di Batam. Ebit menyerahkan sebagian kepada terdakwa Firzya Odira, yang akhirnya ditangkap oleh polisi saat membawa 8 butir ekstasi di salah satu ruang karaoke Hotel Pasifik, Batam.

Firzya ditangkap pada 5 Februari 2025 oleh tim dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Kepri, setelah menerima informasi dari masyarakat. Dalam penangkapan itu, polisi juga mengamankan barang bukti 8 butir ekstasi yang dibungkus dalam plastik berwarna biru, serta satu unit telepon seluler.

Sementara itu, Chelvin menyerahkan diri pada 13 Februari 2025 di Pekanbaru melalui pengawalan Provos Densus 88 Mabes Polri. Ridho ditangkap lebih dahulu di Dumai pada 10 Februari 2025.

Berdasarkan hasil uji laboratorium Polda Riau, ekstasi yang disita dari Firzya mengandung MDMA, yang tergolong dalam narkotika golongan I. Meski saat ditangkap Chelvin dan Ridho tidak membawa barang bukti, jaksa menilai keterlibatan mereka didukung alat bukti berupa komunikasi digital dan keterangan saksi.

“Terdakwa Chelvin berperan aktif sebagai penghubung antara Irvan dan Ridho untuk memperoleh ekstasi. Ia juga menerima dan menyerahkan barang tersebut kepada pemesan,” ujar jaksa.

Dalam sidang, saksi-saksi dari kepolisian dan pihak lain turut memberikan kesaksian mengenai peran para terdakwa, termasuk keterlibatan Ebit yang juga telah diamankan.

Setelah mendengar tuntutan jaksa, tim penasihat hukum terdakwa dari Lembaga Bantuan Hukum Suara Keadilan meminta waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan (pledoi). Permintaan tersebut disetujui oleh majelis hakim.

“Untuk pembacaan nota pembelaan, kami mohon waktu satu minggu, Yang Mulia,” kata Elisuita, penasihat hukum terdakwa Chelvin.

Majelis hakim yang diketuai Tiwik dengan anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu Mandala Putra kemudian menutup sidang dan menjadwalkan sidang lanjutan untuk mendengarkan pembelaan terdakwa. (Hendra S)